Pemprov DKI Rumuskan Jakarta Kota Sinema

Ilustrasi. Foto: Dok. Pixels.

Pemprov DKI Rumuskan Jakarta Kota Sinema

Kautsar Widya Prabowo • 8 December 2025 13:56

Jakarta: Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menyerap gagasan untuk menjadikan Jakarta sebagai kota sinema. Penyerapan gagasan dilakukan melalui focus group discussion (FGD) bersama pihak terkait.

Kepala Bidang Ekonomi Kreatif Disparekraf DKI Jakarta, Puji Hastuti, mengatakan Pemprov telah berupaya memperkuat ekosistem perfilman. Salah satu langkah yang kini tengah dirumuskan adalah Jakarta Film Commission, penyiapan platform Filming in Jakarta, hingga mekanisme insentif fiskal untuk para sineas. 

Semua upaya itu belum cukup, masih banyak tantangan yang harus dijawab guna menghasilkan kebijakan yang komprehensif. “Pemerintah Provinsi Jakarta ingin melakukan studi untuk mendapatkan gambaran berdasarkan data dan pendapat para ahli serta pelaku industri," tutur Puji dalam keterangan yang dikutip Senin, 8 Desember 2025.
 


Menurut Puji, diskusi dapat memperkaya pandangan soal pengembangan kota sinema. Terutama, terkait apa saja komponen yang telah dimiliki Jakarta, sebagai kota sinema termasuk, apa saja yang dapat dikembangkan.

Karena itu, FGD ini bertujuan untuk menggali data, pendapat para pakar, pelaku serta pemangku kepentingan lain, serta industri perfilman. Terutama, untuk menjawab pertanyaan besar.

Pembahasan yang digelar bersama Tempo Media Group ini menjadi langkah strategis untuk menyiapkan Jakarta masuk dalam jejaring kota kreatif dunia, khususnya kategori Film, di bawah UNESCO Creative Cities Network (UCCN). Rangkaian FGD berlangsung selama enam hari pada 1-5 Desember 2025, dan 8 Desember 2025 di AONE Hotel di Jakarta Pusat.

Total terdapat sembilan kelompok diskusi yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti unsur pemerintahan, sineas, komunitas, akademisi, hingga pelaku usaha. Direktur Utama Tempo Media Group Arif Zulkifli menuturkan seluruh rangkaian diskusi menekankan pentingnya konsep kota sinema yang komprehensif, bukan sekadar kemudahan perizinan syuting.

Gagasan, kata Arif, dipicu sejak Februari 2025 ketika Tempo menyelenggarakan Festival Film Tempo dengan dukungan Pemerintah Provinsi Jakarta. Sekitar dua pekan sebelum Pramono Anung dan Rano Karno resmi dilantik menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur.

“Sejak pertama kali kami menyebutkan ide kota sinema, Bang Doel langsung menangkap urgensinya,” kata Arif.

Menurut Arif, pengalaman Rano dalam syuting Si Doel Anak Sekolahan di Belanda jauh lebih mudah dan murah dibanding di Jakarta. Artinya, kata Arif, ada masalah mendasar yang mesti dibenahi.

"Terutama dari perizinan hingga keamanan di lapangan," beber Arif.


Jakarta Kota Sinema. Foto: Metrotvnews.com/Kautsar Widya Prabowo.

Meski demikian, Arif melihat kota sinema bukan hanya urusan syuting yang efisien. Diperlukan ekosistem film yang terintegrasi. Mulai dari pendidikan, ruang produksi, ruang apresiasi, pendanaan, teknologi, hingga kesiapan industri pendukung.

“Intinya adalah menyatukan seluruh kemampuan dan sumber daya agar tercipta ekosistem yang sehat dan mendorong semua pelaku,” tutur Arif.

Dalam FGD di hari pertama untuk topik “Konsep dan Indikator Jakarta Kota Sinema”menghadirkan tiga pembicara. Mereka adalah kritikus film Eric Sasono, penggagas Jakarta Cinema Club Christian Putra, serta Presiden Indonesian Cinematographers Society Agni Ariatama.

Agni dalam paparannya melihat Jakarta punya modal kuat sebagai kota sinema. Namun, kata dia, diperlukan kebijakan terintegrasi dan partisipatif, juga harus memperluas kerja sama internasional sesuai standar UNESCO-WIPO.

“Sehingga film dapat menjadi bagian dari DNA kota dan jati diri budaya Jakarta. Modal kuat itu terlihat pada 141 rumah produksi berlokasi di Jakarta, atau 80 persen dari kuantitas nasional," kata Agni.

Kritikus film Eric menyoroti beberapa hal dalam FGD. Antara lain, Pemprov perlu menyediakan dukungan finansial seperti insentif pajak, maupun hibah non profit. Tantangan lainnya adalah masih terbatasnya ruang putar di Jakarta.

Para pembicara sepakat memberi dua rekomendasi. Pertama terkait status “Kota Sinema” dari UCCN, saat ini masih perlu penegasan apakah sebuah kota bisa mendapatkan dua identitas, mengingat Jakarta sudah menyandang gelar City of Literature. Kedua, mereka menegaskan bahwa Jakarta tetap membutuhkan Jakarta Film Commission untuk mengatasi berbagai tantangan yang masih terjadi.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
(Fachri Audhia Hafiez)