Jokowi Diminta Batalkan Sisa Kontrak Pengadaan LNG Corpus Christi

Mantan Direktur Utama PT Pertamina, Karen Agustiawan.. Dok. Istimewa

Jokowi Diminta Batalkan Sisa Kontrak Pengadaan LNG Corpus Christi

Achmad Zulfikar Fazli • 26 February 2024 22:17

Jakarta: Mantan Direktur Utama PT Pertamina, Karen Agustiawan, meminta Presiden Joko Widodo membatalkan kontrak pengadaan LNG Pertamina dengan Corpus Christi Liquefaction (CCL), Amerika Serikat. Kontrak itu masih akan berlangsung hingga 2040.

Hal ini disampaikan Karen usai sidang tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas eksepsi terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan LNG itu di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 26 Februari 2024.

Karen menjelaskan pengadaan LNG hanya menjalankan kebijakan zaman Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono, dan dilanjutkan era Presiden Joko Widodo. Sehingga, proyek ini merupakan kebijakan dua rezim pemerintahan. 

“Kalau misalnya ini dianggap keliru, saya mohon agar rezim Pak Jokowi membatalkan kontrak Corpus Christi,” ujar Karen di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin, 26 Februari 2024.

Dalam sidang sebelumnya, Karen menjelaskan pengadaan LNG diresmikan Presiden Jokowi pada 26 Oktober 2015. Jika kebijakan itu keliru, Presiden seharusnya tidak meneruskan pengadaan tersebut.

“Kalau misalnya tindakan saya (pengadaan LNG) ini keliru mengikuti kebijakan atau perintah jabatan, kenapa dilanjutkan oleh Pak Jokowi? Mestinya kalau tindakan ini keliru, saya yakin Pak Jokowi juga tidak akan melanjutkan pengadaan LNG ini,” ujar Karen dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan LNG di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin, 19 Februari 2024

Menurut dia, Pertamina sudah meraup keuntungan dari pengadaan LNG CCL hampir USD 92 juta pada Desember 2023.
 

Baca Juga: 

Eks Dirut Pertamina Didakwa Bikin Negara Merugi USD113,8 Juta Atas Penjualan LNG


Sementara itu, kuasa hukum Karen, Rebecca Siaahan, menyampaikan prognosa keuntungan hingga 2030 sekitar USD218 juta, dan kontrak masih akan berlangsung hingga 2040.

Menurut Rebecca, dakwaan JPU tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap. Misalnya, surat penahanan Karen ditandatangani Ketua KPK saat itu Firli Bahuri. Padahal, menurut UU KPK, Ketua KPK adalah pejabat negara dan bukan penyidik. Sehingga, Firli tidak berhak menandatangani surat penahanan Karen.

Eksepsi Karen

Dalam eksepsinya, Karen menyampaikan saksi yang meringankan ada 15 orang. Tapi, KPK hanya memeriksa satu orang.

Sedangkan saksi memberatkan dalam dakwaan JPU tidak pernah di berita acara pemeriksaan (BAP) KPK. Para saksi tersebut antara lain dari Pihak Black Stone, CCL, Cheniere Energy Inc., Facts Global Energy (FGE) dll. 

Dalam kesempatan lain, kuasa hukum Karen, Luhut M. Pangaribuan, menyampaikan Blackstone dan Cheniere diperiksa tetapi keterangannya tidak dimasukan di dalam BAP KPK. 

“Artinya apa, tidak ada manfaat yang mereka terima kecuali perjanjian LNG itu (berlangsung) secara normal,” ujar Luhut. 

Hakim Diminta Tolak Eksepsi Karen

JPU meminta majelis hakim menolak eksepsi dari Karen Agustiawan. JPU menyimpulkan eksepsi kuasa hukum terdakwa harus ditolak, karena telah masuk pokok perkara. 

Karen mengajukan eksepsi atas surat dakwaan JPU, secara formil maupun materiil. JPU menegaskan surat dakwaan KPK terhadap Karen telah menguraikan secara jelas mengenai tindak pidana yang dijadikan dasar pemeriksaan perkara. Dari tanggapan tersebut, JPU meminta majelis hakim melanjutkan pemeriksaan perkara dugaan korupsi pengadaan LNG oleh Karen Agustiawan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Achmad Zulfikar Fazli)