Kepala Korps Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (Kakortas Tipidkor) Irjen Cahyono Wibowo. Medcom.id/Siti Yona
Siti Yona Hukmana • 9 December 2024 23:05
Jakarta: Kepala Korps Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (Kakortas Tipidkor) Polri Irjen Cahyono Wibowo menyebut indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia menurun dari tahun ke tahun hingga stagnan di skor 34 pada 2024. Hal ini disebut menjadi tantangan tersendiri untuk mencegah dan menindak praktik korupsi.
"Terlihat dari skor IPK Indonesia yang mengalami penurunan yaitu dari 38 menjadi 34, begitu juga di tahun 2023 dan 2024 ini stagnasi di skor 34," kata Cahyono di Auditorium Mutiara STIK-PTIK, Jakarta Selatan, Senin, 9 Desember 2024.
Cahyono mengatakan skor itu menempatkan Indonesia pada peringkat 15 dari 180 negara. Di mana secara global negara-negara di dunia itu skornya adalah 43.
"Dengan kondisi yang demikian tentunya juga ini menjadi sebuah tantangan bagi Indonesia untuk melakukan perbaikan dan melakukan upaya-upaya yang cukup luar biasa sebagaimana astacita Presiden Republik Indonesia yaitu melalui pencegahan dan penindakan kejahatan korupsi," ujar Cahyono.
Di samping itu, Cahyono menyampaikan perkembangan perjalanan pemberantasan korupsi di Indonesia. Menurutnya, pemberantasan rasuah di Tanah Air diawali Tahun 1957, dimana pemerintah saat itu melakukan pencanangan operasi militer pemberantasan korupsi yang dilanjutkan Tahun 1960 menerbitkan Undang-Undang Nomor 24 tentang Pengusutan Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi.
"Yang kemudian juga di Tahun 1971 diterbitkan kembali undang-undang sebagai perbaikan daripada undang sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," tutur Cahyono.
Berselang 28 tahun, lanjut dia, diterbitkan juga Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sejalan dengan kebijakan tersebut, Cahyono mengatakan pemerintah dalam memberantas korupsi, sekitar Tahun 1983 membentuk khususnya Subdit Tipidkor yang ada pada Direktorat Reserse Polri.
Lalu, Tahun 1997 Subdit tersebut berkembang menjadi Direktorat Tindak Pidana Korupsi. Kemudian, dikukuhkan pada 2010 menjadi Direktorat Tindak Pidana Korupsi yang berada di bawah Badan Reserse Kriminal Polri.
Selanjutnya, oleh karena tantangan tugas dan dinamika hebat, kata Cahyono, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2024 tentang susunan organisasi Polri, Direktorat Tindak Pidana Korupsi telah berkembang menjadi Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kortas Tipidkor disebut memiliki tiga fungsi yaitu pencegahan, penindakan, penelusuran dan pengamanan aset.
"Dengan terbentuknya Kortas Tipidkor Polri menunjukkan bahwa pemerintah memiliki formulasi di dalam pemberantasan korupsi yaitu dengan memberikan kewenangan dan dukungan operasional yang hampir setara dengan lembaga aparat penegak hukum lainnya yaitu Kejaksaan, Polri, dan KPK," ungkapnya.
Meski demikian, dia memastikan tidak akan terjadi tumpang tindih antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri, dan Kejaksaan. Malah sebaliknya akan terjadi sinergitas dengan kedua lembaga tersebut.
"Kemudian di dalam penerapan kerja sama tersebut mengedepankan fungsi koordinasi, komunikasi, dan kolaborasi sehingga tidak ada yang namanya saling menyalip," ungkapnya.