Podium Media Indonesia: Kado Pahit Bernama Remisi

Dewan Redaksi Media Group Jaka Budi Santosa. MI/Ebet

Podium Media Indonesia: Kado Pahit Bernama Remisi

Media Indonesia • 21 August 2025 09:25

TEMAN saya geram bukan kepalang. Darah tingginya kumat bukan akibat makan yang asin-asin, bukan karena lupa minum obat harian, melainkan lantaran situasi negeri yang tengah berulang tahun ke-80 ini.

Merayakan ultah lazimnya identik dengan riang gembira. Kadonya pun harus yang indah-indah, yang manis-manis. Bukan yang buruk, apalagi pahit. Namun, hal-hal yang ideal itu kiranya belum sepenuhnya ada di sini, di negara ini. Memang banyak yang bersukacita. Di istana, para pejabat berjoget selepas upacara. Di sudut-sudut kota hingga pelosok desa, rakyat biasa tulus merayakan 17 Agustusan.

Namun, tak sedikit pula yang berperasaan sebaliknya. Termasuk teman saya tadi. Dia marah, uring-uringan, lantaran ulah pengelola negara yang menyakitkan. Salah satunya ihwal pengurangan hukuman kepada para terpidana yang sebagian dianggap mencemari akal sehat, melibas logika waras. Yang paling menjadi sorotan ialah Setya Novanto.

Siapa yang tak tahu Novanto? Dia elitenya elite. Dia mantan Ketua Umum Partai Golkar. Dia eks Ketua DPR. Pada 2017, dia dinyatakan terlibat perkara korupsi e-KTP yang merugikan negara Rp2,3 triliun. Singkat cerita, pada 24 April 2018, Novanto divonis 15 tahun penjara. Dia menjadi koruptor.

Cukup banyak kontroversi selama Setnov di bui. Dia, misalnya, pernah kedapatan menikmati fasilitas mewah di sel LP Sukamiskin. Pada Juni tahun lalu, amsalnya, MA mengabulkan peninjauan kembali yang diajukan. Hukumannya dipangkas jadi 12 tahun 6 bulan.

Setnov juga kerap memperoleh remisi. Hampir setiap Lebaran, hukumannya dipotong hingga 30 hari. Belum remisi-remisi lain, termasuk remisi 90 hari pada HUT ke-78 RI. Total jenderal, remisi untuknya 28 bulan 15 hari. Puncaknya, sehari sebelum HUT ke-80 RI, dia mendapatkan pembebasan bersyarat. Dia tak lagi dipenjara. Dia hanya perlu wajib lapor hingga 2029. Asyik, kan?

Bagi Setnov, bebas bersyarat jelas hadiah terindah. Namun, bagi rakyat, ia kado terburuk. Lagi dan lagi, rakyat, termasuk saya, tak cukup punya akal untuk mengerti keputusan semacam itu. Terlalu cupet nalar ini guna memaklumi kenapa negara begitu baik kepada pelaku korupsi.

Baca Juga: 

Setya Novanto Bebas Bersyarat, Begini Penjelasan Kakanwil Ditjenpas Jabar

Setnov memang bukan satu-satunya koruptor yang memperoleh kado manis di HUT ke-80 RI. Masih ada yang lain. Akan tetapi, publik sulit untuk memalingkan perhatian darinya. Begitu seru drama dalam megaskandal e-KTP. Masih ingat adegan dia menabrak tiang listrik untuk menghindari penahanan KPK hingga dahinya benjol sebesar bakpao? Begitu sulit KPK menerungkunya, begitu mudah pula negara pada akhirnya membebaskan.

Terpidana lainnya yang jadi atensi ialah Mario Dandy, anak petinggi Ditjen Pajak Rafael Alun. Mario divonis 12 tahun penjara atas kasus penganiayaan berat terhadap David Ozora pada 2023. Pada HUT RI kali ini dia juga ketiban berkah. Remisi umum 3 bulan dan remisi dasawarsa 90 hari dia dapatkan. Rekannya, Shane Lukas, yang divonis 5 tahun penjara pun mendapatkan remisi 3 bulan.

Jangan lupakan Ronald Tannur. Putra mantan anggota DPR itu divonis 5 tahun penjara di tingkat kasasi atas kasus penganiayaan hingga mengakibatkan kematian sang pacar, Dini Sera Afrianti. Dia mendapatkan remisi hukuman 4 bulan. Lebih dari lumayan.

Perkara Ronald juga penuh drama. Di pengadilan tingkat pertama, dia diputus bebas. Putusan yang teramat janggal. Bau amis. Tiga hakim PN Surabaya yang mengadilinya, yaitu Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo, diadili. Mereka divonis bersalah menerima suap dan gratifikasi.

Kasus berkembang jauh, membongkar praktik jahat makelar kasus yang menyeret bekas pejabat MA Zarof Ricar. Zarof yang ketika rumahnya digeledah didapati uang hampir Rp1 triliun divonis 16 tahun di tingkat pertama dan diperberat menjadi 18 tahun di tingkat banding.

Remisi hukuman memang sudah tradisi di HUT RI. Tahun ini, total 375.025 terpidana mendapatkannya, baik remisi umum (179.312 napi) maupun remisi dasawarsa (192.983). Namun, remisi untuk sebagian orang, termasuk Setnov, Mario, dan Ronald, tak mudah untuk diterima.

Saya yakin, tak hanya teman saya yang tensi tinggi. Di media sosial, kecaman, hujatan, bertebaran. Kata-kata kasar bermunculan, nama-nama binatang dipinjam, terutama untuk menyikapi pembebasan Setnov. Para aktivis antikorupsi lebih kalem. Mereka bilang, keputusan itu kado menyesakkan di HUT RI. Langkah mundur dalam perang melawan korupsi.

Remisi ialah hak napi. Kementerian Pemasyarakatan dan Imigrasi beralasan pemberiannya didasarkan pada sederet ketentuan. Berkelakuan baik, mengikuti program pembinaan, atau telah menjalani masa pidana minimal 6 bulan, misalnya. Pun dengan pembebasan bersyarat seperti yang diberikan kepada Novanto, yang salah satunya harus sudah menjalani dua pertiga masa pidana. Normatif.

Semata pada ketentuan yang adakah pijakannya? Banyak yang tak percaya. Termasuk saya. Kalau boleh menyitir istilah Bapak Presiden Prabowo Subianto, bukankah kita sudah lama menjadi orang Indonesia?

Kalau toh pemberian remisi atau pembebasan bersyarat memang dilandaskan pada ketentuan, pada undang-undang, bukankah ada adagium bahwa di atas hukum masih ada etika dan kepatutan seperti yang pernah disampaikan Bung Hatta?

Patutkah koruptor yang merugikan negara triliunan rupiah diguyur remisi, diskon hukuman, hingga bebas sebelum masanya tiba? Saya hakulyakin, rakyat akan menjawab: TIDAK!

(Jaka Budi Santosa)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Achmad Zulfikar Fazli)