Menlu AS Marco Rubio. (Anadolu Agency)
Washington: Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Marco Rubio mengeluarkan ultimatum tegas pada Selasa, 29 April 2025, bahwa AS akan menarik diri dari perannya sebagai mediator perang Rusia-Ukraina jika kedua pihak tidak segera menyampaikan “proposal konkret” untuk mengakhiri perang.
Pernyataan ini disampaikan oleh Juru Bicara Departemen Luar Negeri, Tammy Bruce, yang menyatakan bahwa “saatnya tiba untuk solusi nyata.”
Bruce menegaskan bahwa Amerika Serikat tidak akan terus terlibat dalam mediasi tanpa adanya kemajuan yang jelas. “Jika tidak ada kemajuan, Amerika Serikat akan mundur sebagai mediator dalam proses ini,” ujar Bruce merujuk pernyataan Rubio, dikutip dari Radio Free Europe, Rabu, 30 April 2025.
Ultimatum ini bertepatan dengan sesi Dewan Keamanan PBB, di mana diplomat AS John Kelley menuding Rusia sebagai pihak yang bertanggung jawab atas berlanjutnya pertumpahan darah.
Dinamika diplomasi dan posisi para pihak
Sementara itu, Presiden Donald Trump dalam wawancara dengan ABC menyatakan keyakinannya bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin menginginkan perang segera berakhir. “Saya pikir dia mau berdamai,” ujar Trump, meski dalam kesempatan yang sama Trump mengecam serangan rudal Rusia terhadap kota-kota Ukraina.
Namun, laporan menunjukkan bahwa Trump juga mendorong pengakuan atas aneksasi Krimea oleh Rusia, usulan yang ditolak mentah-mentah oleh Presiden
Ukraina Volodymyr Zelensky.
Menanggapi wacana tersebut, Zelensky menyampaikan dalam konferensi video pada KTT di Polandia bahwa rakyat Ukraina menginginkan perdamaian yang adil. “Kita semua ingin perang ini berakhir dengan cara yang adil, tanpa imbalan untuk Putin, terutama tidak ada tanah,” tegasnya.
Komentar ini datang setelah Rusia mengumumkan gencatan senjata selama tiga hari mulai 8 Mei, yang menurut Ukraina tidak memadai untuk menciptakan jalan menuju perdamaian berkelanjutan.
Pandangan internasional dan prospek perdamaian
Dalam forum Dewan Keamanan PBB, berbagai posisi negara anggota mencerminkan polarisasi global terkait konflik tersebut. Prancis dan Inggris mendukung peran mediasi AS namun tetap melontarkan kritik tajam terhadap Rusia.
Di sisi lain, Duta Besar Rusia Vasily Nebenzya menuduh Ukraina menggunakan warga sipil sebagai perisai manusia dalam konflik yang terus berkecamuk.
Sementara itu, Wakil Menteri Luar Negeri Ukraina, Mariana Betsa, kembali menegaskan bahwa Kyiv menolak bentuk perdamaian apa pun yang mengorbankan kedaulatan dan keutuhan wilayah nasional.
Ultimatum dari AS muncul di tengah laporan serangan drone Rusia terbaru terhadap kota Dnipro dan Kharkiv, yang kembali memanaskan situasi di medan pertempuran.
Langkah yang diambil Washington ini merupakan bentuk tekanan diplomatik agar kedua belah pihak menunjukkan komitmen yang lebih konkret terhadap proses perundingan, setelah lebih dari tiga tahun konflik yang telah merengut puluhan ribu nyawa. (
Muhammad Adyatma Damardjati)
Baca juga:
Perang di Ukraina Tak Kunjung Berakhir, Rusia Serukan Dialog Realistis