Jaksa Agung ST Burhanuddin. Foto: Dok. BPMI Sekretariat Presiden.
Bukan Fenomena Alam Biasa, Kejagung Sebut Banjir Sumatra Ulah Perusahaan
Fachri Audhia Hafiez • 24 December 2025 16:44
Jakarta: Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkapkan bencana di Sumatra tersebut bukan sekadar fenomena alam biasa, melainkan dampak nyata dari aktivitas korporasi. Burhanuddin menjelaskan bahwa Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) telah mengidentifikasi sejumlah entitas korporasi dan perorangan yang terindikasi berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan di hulu sungai.
Dia menuturkan, temuan ini diperkuat oleh hasil analisis riset interdisipliner dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Berdasarkan kajian teknis, alih fungsi lahan yang dilakukan perusahaan-perusahaan tersebut menyebabkan hilangnya tutupan vegetasi di area hulu.
"Hasil analisa Pusat Riset Interdisipliner ITB, diperoleh temuan terdapat korelasi kuat bahwa bencana banjir besar di Sumatra bukan hanya fenomena alam biasa, melainkan terarah pada alih fungsi lahan yang masif di hulu sungai daerah aliran sungai (DAS) yang bertemu dengan curah hujan yang tinggi," tegas ST Burhanuddin di Jakarta, Rabu, 24 Desember 2025.
Kondisi ini membuat daya serap tanah berkurang drastis. Saat curah hujan tinggi melanda, air tidak lagi meresap ke dalam bumi melainkan langsung menjadi aliran permukaan (surface run-off) yang meluap tajam hingga memicu banjir bandang yang destruktif.
"Dampak hilangnya tutupan vegetasi di hulu DAS menyebabkan daya serap tanah berkurang. Aliran air permukaan meningkat tajam saat hujan ekstrem, sehingga air meluber ke pemukiman warga," jelas Burhanuddin.
Merespons temuan tersebut, Satgas PKH mengeluarkan rekomendasi untuk melanjutkan proses identifikasi terhadap subjek hukum yang dicurigai, baik di Sumatra Utara, Aceh, maupun Sumatra Barat. Jaksa Agung memastikan akan menggandeng kementerian terkait dan Polri untuk mempercepat penuntasan kasus ini.
.jpg)
Banjir di Aceh. Foto: Dok. Istimewa.
"Kami akan melibatkan Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, hingga Polri guna menyelamatkan langkah hukum dan menghindari tumpang tindih pemeriksaan. Kasus ini harus tuntas secara efektif sesuai ketentuan yang berlaku," pungkas Burhanuddin.
Langkah tegas ini diharapkan tidak hanya memberikan efek jera bagi korporasi nakal, tetapi juga menjadi upaya preventif agar kerusakan ekologis di hulu sungai tidak terus berulang dan mengancam nyawa masyarakat di hilir. Hingga saat ini, sebanyak 27 perusahaan di tiga provinsi tersebut telah masuk dalam radar klarifikasi petugas.