Ilustrasi. (Dok: Dinas Kebudayaan Pemkab Buleleng)
Lukman Diah Sari • 20 November 2025 08:05
Bali: Tepat pada 79 tahun lalu, Puputan Margarana menjadi salah satu pertempuran paling heroik dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pada 20 November 1946, Kolonel Infanteri I Gusti Ngurah Rai memimpin pasukan Ciung Wanara berperang habis-habisan melawan pasukan Belanda KNIL yang memiliki kekuatan dan persenjataan jauh lebih unggul.
Melansir laman resmi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, perlawan bermula pada 2 Maret 1946. Saat itu, pasukan NICA yang didukung sekutu mendarat dengan kekuatan dua batalyon Brigade Y atau “Gajah Merah”. Mereka menduduki Denpasar dan wilayah-wilayah penting seperti Gianyar, Singaraja, Tabanan, dan Karangasem.
Kehadiran KNIL menimbulkan ancaman bagi rakyat Bali. Di sisi lain, pasukan republik di bawah komando I Gusti Ngurah Rai menerapkan strategi perang gerilya. Belanda berupaya menarik Ngurah Rai melalui iming-iming jabatan dan harta, namun ia menolak tegas tawaran tersebut.
I Gusti Ngurah Rai. (Arsip Nasional RI)
Rencana Serangan Terhadap Tangsi Polisi Tabanan
Pada 11 November 1946, Ngurah Rai bersama Kapten I Gusti Wayan Debes bertemu dengan Wagimin, seorang komandan polisi NICA yang diam-diam mendukung Indonesia. Dari pertemuan itu disusun rencana penyerangan terhadap Tangsi Polisi Tabanan untuk merebut persenjataan Belanda.
Serangan sukses dilakukan pada 18 November 1946 oleh pasukan gabungan Anak Banteng dan Barisan Banteng yang sebagian besar hanya bersenjatakan pedang, pentung, dan pisau belati.
Puputan Margarana Pecah pada 20 November 1946
Keberhasilan penyerangan di Tangsi Polisi Tabanan membuat Belanda murka. Dua hari kemudian, atau pada 20 November 1946, pasukan Brigade Y KNIL mengepung Desa Marga, Kecamatan Margarana, dan wilayah sekitarnya. Kontak tembak pertama terjadi sekitar pukul 08.00 Wita di Pura Dalem Sidang Rapuh.
Meski pasukan Ciung Wanara berjumlah kurang dari 100 orang, mereka tetap bertahan menghadapi serangan besar-besaran dari Belanda yang diperkuat pasukan infanteri, artileri, hingga pesawat pengebom. Dalam tekanan itu, pasukan Ngurah Rai menyerukan puputan, perang penghabisan hingga titik darah terakhir.
Pertempuran berlangsung sengit dan berakhir tragis, namun menggetarkan sejarah. Sebanyak 86 prajurit Ciung Wanara gugur bersama I Gusti Ngurah Rai. Di sisi lain, Belanda dilaporkan kehilangan sekitar 400 prajurit dalam pertempuran tersebut.
Makam I Gusti Ngurah Rai (Sergey - Flickr: 1946 fight cemetery/commons.wikimedia.org)
Warisan Heroik I Gusti Ngurah Rai
Puputan Margarana menjadi simbol keberanian dan pengorbanan luar biasa dalam mempertahankan kedaulatan bangsa. Atas jasanya, I Gusti Ngurah Rai dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada tahun 1975. Namanya diabadikan di berbagai tempat, salah satunya Bandara Internasional Ngurah Rai di Bali.