Desakan untuk Kebijakan BMAD Dinilai Hanya Mewakili Industri Padat Modal

Ilustrasi industri tekstil. Foto: Dok Kemenperin

Desakan untuk Kebijakan BMAD Dinilai Hanya Mewakili Industri Padat Modal

Eko Nordiansyah • 20 June 2025 17:05

Jakarta: Pemerintah memutuskan untuk tidak memproses lebih lanjut rekomendasi Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) mengenai pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) atas impor benang filamen sintetis tertentu asal Tiongkok. Akan tetapi, Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) bersikukuh meminta BMAD terus dilakukan. 

Direktur Rumah Politik Indonesia, Fernando Emas mengatakan, suara APSyFI hanya mewakili beberapa perusahaan saja dan tidak bisa menjadi acuan untuk industri TPT nasional. Padahal menurut dia, industri tekstil mayoritas berisi industri yang padat karya.

"Mereka (APSyFI) hanya mengawakili industri yang padat modal saja dan tidak padat karya, sedangkan kita berbicara Industri TPT nasional yang mewakili industri padat karya dan mempunyai jumlah karyawan yang sangat banyak," kata dia dalam keterangan di Jakarta, Jumat, 20 Juni 2025.
 

Baca juga: 

Kebijakan BMAD Ditolak, Industri Tekstil Terhindar dari Badai PHK



(Ilustrasi industri tekstil. Foto: Dok istimewa)

Produksi nasional belum memenuhi kebutuhan industri

Ia menambahkan, Menteri Perdagangan telah menyampaikan bahwa pasokan benang filamen sintetis tertentu ke pasar domestik yang masih terbatas dikarenakan kapasitas produksi nasional belum mampu memenuhi kebutuhan industri pengguna dalam negeri. Sebab sebagian besar produsen benang filamen sintetis tertentu, memproduksi untuk pemakaian sendiri.

Menurutnya, dengan tidak dilanjutkan proses BMAD untuk benang filamen sintetis tertentu ini membuktikan dukungan pemerintah terhadap industri TPT tanah air agar mampu berkembang dan bangkit dari keterpurukan.

"Coba bayangkan jika BMAD ini dilakukan, berapa banyak industri TPT yang akan mengalami kebangkrutan karena harga bahan bakunya naik, dan perushaan akan stop produksi serta berapa banyak nasib karyawannya yang akan kena PHK masal," ujar dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Eko Nordiansyah)