Gedung DPR-MPR. Foto: Metrotvnews.com/Fachri Audhia Hafiez.
Anggi Tondi Martaon • 13 November 2025 16:36
Jakarta: Komisi I DPR bakal mengawasi tender penyediaan data dasar geospasial (basic geospatial data) dan peta dasar (base maps) wilayah urban dan non-urban seluruh Indonesia di Badan Informasi Geospasial (BIG). Sebab, berkaitan dengan data strategis nasional.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, merespons banyaknya perusahaan Tiongkok yang mengikuti tender geospasial. Menurut dia, data strategis nasional yang tak boleh jatuh ke tangan pihak asing.
“Kami memahami ini proyek kerja sama Bank Dunia, jadi tendernya internasional. Tapi dominasi peserta dari Tiongkok menunjukkan lemahnya daya saing industri nasional di sektor geospasial,” kata Dave melalui keterangan tertulis, Kamis, 13 November 2025.
Menurut Dave, korporasi Tiongkok mendominasi tender tersebut merupakan tanda bahaya bagi kedaulatan Indonesia.
“Ini alarm bagi pemerintah, kalau kita sendiri tidak punya kapasitas memetakan negeri kita, maka kedaulatan digital kita rentan,” ungkap Dave.
Politikus
Partai Golkar itu menegaskan, Komisi I DPR akan memanggil BIG untuk meminta penjelasan tentang proses tender, terutama terkait sistem keamanan dan penyimpanan data. Ia juga meminta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) ikut memastikan bahwa seluruh hasil pemetaan disimpan dan dikelola di server dalam negeri, di bawah pengawasan negara.
“Data geospasial itu bukan data teknis, tapi aset pertahanan. Kalau jatuh ke tangan yang salah, bisa dimanfaatkan untuk kepentingan intelijen atau ekonomi negara lain,” ujar Dave.
Gedung DPR-MPR. Foto: Metrotvnews.com/Fachri.
Sementara itu, anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin, mengingatkan, sistem pengamanan data geospasial sebenarnya sudah diatur secara jelas oleh BIG. Hal itu tercantum dalam Peraturan BIG Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar dan Peraturan BIG Nomor 8 Tahun 2017 tentang Tata Kelola Teknologi Informasi.
Menurut politikus
PDI Perjuangan itu, permasalahnya bukan di regulasi. Tapi soal pelaksanaan, terutama soal keamanan data geospasial.
"Apakah benar semua data disimpan di server nasional, dan tidak ada transfer lintas negara? Itu yang harus dipastikan,” kata Hasanuddin.
Eks Wakil Ketua Komisi I DPR itu menjelaskan, dalam konteks pertahanan, kredibilitas keamanan data sangat bergantung pada disiplin lembaga pelaksana. Ia juga mendorong agar proyek-proyek geospasial ke depan lebih banyak melibatkan perusahaan dalam negeri agar kemandirian data bisa terbangun.
“Kita tidak boleh tergantung terus pada vendor asing. Kalau data strategis bangsa ini kita serahkan ke luar, itu sama saja dengan kehilangan sebagian kedaulatan,” ungkap Hasanuddin.
Diketahui, BIG tengah melakukan proses tender sebuah proyek penting dan strategis nasional sejak Juli 2025, yaitu penyediaan data dasar Geospasial dan Peta Dasar Wilayah seluruh Indonesia. Proyek pertama, pengumpulan data spasial wilayah urban yang terdiri dari 4 paket pekerjaan meliputi wilayah Kalimantan- Yogyakarta (lot I); Sumatra (lot 2); Jawa (lot 3); serta Jawa Timur, Bali, Maluku dan Papua (lot 4).
Proyek kedua yaitu pengumpulan data spasial dan peta wilayah non urban yang terdiri dari 7 paket pekerjaan. Meliputi Kalimantan (lot 1); Sumatra (lot 2); Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua 1 (lot 3); Papua 2 (lot 4); Sulawesi (lot 5);
quality control and mapping production (lot 6); dan
project management consulting for ILAPS (lot 7).
Proyek ini merupakan bagian dari paket yang lebih besar dari Integrated Land Administration and Spatial Planning Project (ILASP) dengan kode P180860. Target utamanya, produksi data geospasial skala besar (large-scale) dan base maps untuk wilayah urban dan non-urban.
Proyek ini merupakan bagian dari program pinjaman lunak (
soft loan) Bank Dunia. Anggarannya mencapai mencapai USD238 juta atau sekitar Rp4 triliun dengan kurs Rp16.500.