Wacana Kepala Daerah Dipilih DPRD, KPU RI: Lumrah sebagai Bahan Diskursus

Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin. Foto tangkapan layar Metro TV

Wacana Kepala Daerah Dipilih DPRD, KPU RI: Lumrah sebagai Bahan Diskursus

Devi Harahap • 13 December 2024 15:34

Jakarta: Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Mochammad Afifuddin menanggapi usulan Presiden Prabowo ihwal kepala daerah dipilih langsung oleh DPRD sebagai hal yang lumrah. Ia menyebut narasi itu normal sebagai bahan diskursus dalam sebuah negara demokrasi.

“Pasti ada plus minusnya, biarkan itu menjadi bagian dari catatan semua pihak. Tetapi ada hal lain yang juga menjadi pertimbangan, misalnya langsung dan seterusnya. Biarkan ini menjadi dinamika evaluasi untuk kemudian menjadi usulan perbaikan,” katanya kepada Media Indonesia di Gedung KPU RI, Jumat, 13 Desember 2024.

Afif menilai berbagai diskursus tersebut harus dimaknai sebagai sebuah evaluasi kedepan guna memperbaiki sistem pilkada. Menurutnya, jika berbicara terkait sistem kepemiluan pada tingkat daerah, maka berbagai pihak harus mengacu pada aturan UU Pilkada. 

“Ini dinamika pasca-pilkada dan ini lah pentingnya evaluasi, pentingnya diskursus yang nanti bagaimanapun (sistem) yang kita pilih, langkah apa pun itu, harus dimulai dari aturan atau undang-undang yang menurut rencana menjadi proyeksi untuk dibahas,” imbuhnya. 

Lebih lanjut, Afif menuturkan bahwa Indonesia pernah menjalankan sistem pemilihan kepala daerah dengan sistem proporsional tertutup yang dilaksanakan melalui DPRD, sehingga hal itu bukan suatu yang baru. Hanya saja kata Afif, para perumus kebijakan harus menganalisis dampak terhadap pemilih. 
 

Baca juga: Menteri Hukum Sebut Wacana Presiden soal Kepala Daerah Dipilih DPRD Layak Dipertimbangkan

“Diskusi soal misalnya kepala daerah dipilih DPRD juga bukan tidak pernah, kita pernah mengalami sama seperti kita menjelang 2004 berdiskusi apakah kita kembali mengalami sistem proporsional dengan daftar nama terbuka atau tertutup juga sempat muncul dinamikanya,” tutur Afif. 

Atas dasar itu, jika diskursus terkait pemilihan kepala daerah dikembalikan kepada DPRD, pemerintah harus dapat memastikan dampak teknis dan politis sebab menurut Afif, demokrasi harus tetap berjalan dan rakyat harus diberikan kesempatan untuk berpartisipasi.

“Dan karena juga di pilkada jumlah pemilihnya berbeda dan seterusnya, pasti secara kontras juga berbeda. Kami sebagai penyelenggara ini dalam konteks ini ya akan menjalankan sebagaimana aturan saja, tetapi pada saat tertentu dan pada saat akhir kita harus menjalankan apa yang menjadi amanat undang-undang,” tutur Afif.

Selain itu, Afif mendorong agar pembahasan terkait hal tersebut bisa dilakukan dalam rangka revisi paket undang-undang politik yang menggunakan sistem omnibus law. UU itu dimatakan akan menggabungkan UU Partai Politik, UU Pemilu, dan UU Pilkada.

“Bagaimana kita semua teman-teman mendorong idealitas yang ada dalam engineering atau rekayasa pemilih yang baik yang kita pikirkan, ini kemudian terfasilitasi dan terakomodasi dalam tradisi undang-undang pemilu, sehingga apa yang kita idolakan tentang pemilu kita bisa kemudian lebih sesuai yang kita harapkan, sesuai yang kita idealkan,” jelasnya.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Meilikhah)