Ilustrasi Rupiah. Foto: Medcom.id/Husen Miftahudin.
Husen Miftahudin • 13 September 2024 16:36
Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan menjelang akhir pekan ini sukses mempertahankan kedigdayaannya. Rupiah sejak awal pembukaan hari ini sukses mengangkangi dolar AS.
Mengutip data Bloomberg, Jumat, 13 September 2024, nilai tukar rupiah terhadap USD ditutup di level Rp15.401 per USD. Mata uang Garuda tersebut menguat 38 poin atau setara 0,24 persen dari posisi Rp15.439 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi memperkirakan nilai tukar rupiah pada perdagangan Senin depan akan kembali mengalami penguatan.
"Untuk perdagangan Senin depan, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp15.350 per USD hingga Rp15.420 per USD," ujar Ibrahim, dikutip dari analisis hariannya.
Ia pun membeberkan penyebab menguatnya nilai tukar rupiah saat melawan dolar AS hari ini, diantaranya sentimen yang berasal dari eksternal maupun internal.
Dolar AS jeblok
Dolar AS bersiap untuk kerugian mingguan yang ringan, minggu kedua dalam posisi merah, karena para pedagang tetap pada ekspektasi pemotongan suku bunga meskipun ada beberapa pembacaan inflasi yang kuat minggu ini.
Sementara pembacaan inflasi awalnya melihat taruhan bergeser ke arah pengurangan 25 basis poin oleh Fed minggu depan, beberapa data pasar tenaga kerja yang lemah membuat taruhan pada pengurangan 50 bps kembali berlaku.
Pasar memperkirakan peluang 56 persen Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin minggu depan, bersama dengan peluang 44 persen untuk pengurangan 50 bps, CME Fedwatch menunjukkan.
Bank sentral secara luas diharapkan untuk memulai siklus pelonggaran mulai minggu depan setelah sinyal dovish dari sejumlah pejabat Fed dalam beberapa minggu terakhir. Analis memperkirakan setidaknya pemotongan senilai 100 bps tahun ini dari bank sentral, dengan dua pertemuan lagi tersisa di tahun setelah September.
"Di Asia, serangkaian komentar agresif dari pejabat BOJ mendorong mata uang tersebut minggu ini, terutama karena mereka menyerukan kenaikan suku bunga lebih lanjut oleh bank sentral. Sementara data inflasi produsen yang lemah sedikit melemahkan sentimen ini," papar Ibrahim.
Jajak pendapat Reuters yang dirilis pada Jumat menunjukkan para analis memposisikan diri untuk pembacaan inflasi konsumen yang kuat minggu depan. BOJ juga akan bertemu minggu depan, meskipun para analis tidak yakin apakah bank sentral akan menaikkan suku bunga lagi setelah kenaikan 15 bps pada akhir Juli.
Ekonomi RI hadapi banyak tantangan
Ibrahim mengungkapkan, ekonomi Indonesia tengah berada di persimpangan jalan yang penuh tantangan. Serangkaian data terbaru menunjukkan sinyal-sinyal pelemahan yang semakin mengkhawatirkan.
"Deflasi yang terjadi selama empat bulan berturut-turut, penurunan Purchasing Managers Index (PMI) di bawah ambang batas ekspansi, dan peningkatan angka pengangguran menjadi bukti nyata melambatnya pertumbuhan ekonomi," sebut dia.
Kondisi deflasi yang tidak biasa ini mengindikasikan melemahnya daya beli masyarakat, terutama kelas menengah. Penurunan konsumsi, khususnya pada sektor restoran dan properti, memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian.
"Kondisi ini semakin diperparah dengan penurunan permintaan kredit, baik untuk modal kerja maupun konsumsi," ungkap Ibrahim memperingatkan.
Situasi ekonomi global yang tidak menentu, terutama dengan ancaman resesi di Amerika Serikat, turut memberikan tekanan pada perekonomian Indonesia. The Federal Reserve (The Fed) diprediksi akan menurunkan suku bunga secara agresif untuk merangsang pertumbuhan ekonomi.
Menurut Ibrahim, langkah ini diharapkan dapat menstimulus ekonomi Amerika Serikat, serta berdampak positif pada
perekonomian Indonesia.
Sementara Bank Indonesia yang sebelumnya mempertahankan suku bunga acuan di angka 6,25 persen, kemungkinan dalam pertemuan minggu depan akan kembali menurunkan suku bunga sebesar 25 bps ke 6,0 persen. Walaupun dalam pertemuan sebelumya, BI baru akan menurunkan suku bunga di Desember.
"Kalau suku bunga bisa turun ini akan memberikan stimulan atau dorongan ke sektor perbankan untuk menurunkan suku bunga sesuai arahan Bank Indonesia. Dan akan berdampak terhadap mata uang rupiah kembali menguat, inflasi terkendali, perekonomian kembali tumbuh, itu dibarengi dengan lowongan kerja yang terus meningkat," ucap Ibrahim.