‘Nakba Baru’ di Tepi Barat: Tentara Israel Hancurkan Desa Khallet al Daba

Alat berat Israel menghancurkan salah satu bangunan di desa Palestina di Tepi Barat. (Anadolu Agency)

‘Nakba Baru’ di Tepi Barat: Tentara Israel Hancurkan Desa Khallet al Daba

Willy Haryono • 15 October 2025 19:03

Gaza: Suasana tenang di desa Khallet al Daba, wilayah Masafer Yatta, Tepi Barat bagian selatan, berubah mencekam ketika buldoser dan kendaraan militer Israel memasuki desa pada suatu pagi di awal Mei.

Tentara memaksa warga keluar dari rumah, sementara bangunan-bangunan dihancurkan hingga rata dengan tanah. Dalam hitungan jam, komunitas kecil ini berubah menjadi puing. Bagi warga, peristiwa itu menjadi simbol Nakba baru — merujuk pada peristiwa pengusiran massal warga Palestina pada 1948.

Puluhan kendaraan militer dan jip lapis baja menutup akses desa selama penghancuran berlangsung. Warga, termasuk perempuan yang menggendong bayi dan anak-anak yang ketakutan, dipaksa menunggu di bawah terik matahari selama berjam-jam. Setelah rumah-rumah mereka lenyap, banyak keluarga terpaksa tinggal di gua atau tenda darurat.

“Penghancuran ini memutus seluruh sumber kehidupan di Khallet al Daba seperti air, listrik, energi surya, sumur, dan penerangan jalan,” ujar Mohammed Rabia, kepala dewan desa at Tuwani yang menaungi wilayah Bedouin di Masafer Yatta.

“Kami kembali ke zaman batu, hidup tanpa kebutuhan dasar, tetapi tidak ada satu pun yang meninggalkan desa.”

Khallet al Daba terletak di jantung Masafer Yatta — kawasan yang terdiri atas 12 desa Palestina di perbukitan selatan Hebron. Wilayah ini telah lama menjadi sasaran pengusiran sejak Israel menetapkannya sebagai zona latihan militer bernama Firing Zone 918 pada 1980-an.

Pemerintah Israel beralasan penghancuran dilakukan karena lokasi desa berada di area militer, namun kelompok hak asasi menilai langkah itu sebagai bentuk pemindahan paksa. Organisasi Doctors Without Borders bahkan menyebut tindakan Israel di Masafer Yatta sebagai bagian dari kebijakan pembersihan etnis yang lebih luas.

Salah satu korban penghancuran, Samiha Muhammad al Dababseh (65), mengaku telah kehilangan rumahnya untuk ketiga kalinya.

“Saya berteriak, ‘Tentara datang!’ Mereka menyerbu tanpa memberi waktu untuk mengambil apa pun, tidak makanan, tidak pakaian,” kenangnya.

Setelah rumah batu mereka dihancurkan, Samiha dan keluarganya tinggal di gua yang dulu ia gali bersama mendiang suaminya. Namun, pada September lalu, gua itu juga dihancurkan.

“Jika hanya satu pohon yang tersisa di Khallet al Daba, saya akan tetap tinggal di bawah naungannya. Tanah ini adalah jiwa saya. Jika saya pergi, saya akan mati,” ujarnya tegas, dikutip dari Al Jazeera, Selasa, 14 Oktober 2025.

Putra bungsu Samiha, Mujahid al Dababseh, kini hidup bersama keluarganya dan sebelas kerabat lain di dalam gua. Ia menggambarkan malam-malam di sana penuh ketakutan.

“Anak-anak sering bermimpi buruk tentang buldoser dan serangan pemukim,” katanya.

“Tidak ada listrik, tidak ada air, tidak ada rasa aman.” Ia menyamakan desanya dengan Gaza.

“Pendudukan Israel mengubah Khallet al Daba menjadi Gaza kedua. Mereka menghancurkan segalanya, tetapi gagal. Tidak ada anak Palestina yang akan meninggalkan tanah ini.”

Kini, desa Khallet al Daba hanya dihuni sekitar 120 warga, sepertiganya anak-anak. Rumah-rumah berganti menjadi gua, tenda, dan reruntuhan. Namun, semangat bertahan mereka tetap menyala.

“Ini adalah Nakba yang terus berlanjut,” ucap Rabia. “Empat kali rumah hancur, empat kali pula rakyat bertahan.” (Keysa Qanita)

Baca juga:  PBB Peringatkan Kemungkinan Terjadinya Nakba Kedua di Palestina

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Willy Haryono)