Raup Pendapatan hingga Rp25 Juta, Nira Sawit Jadi Peluang Cuan untuk Petani

Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika. Foto: dok Kemenperin.

Raup Pendapatan hingga Rp25 Juta, Nira Sawit Jadi Peluang Cuan untuk Petani

Ade Hapsari Lestarini • 14 April 2025 15:23

Jakarta: Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus meningkatkan nilai tambah dan daya saing industri kelapa sawit di dalam negeri.

Kebijakan hilirisasi ini telah diarahkan untuk menumbuhkan industri dalam lima jalur utama, yaitu produksi minyak goreng sawit, oleofood (lemak pangan), oleochemicals, fitonutrient, dan biomassa atau biomaterial.

Salah satu langkah konkret Kemenperin dalam rangka meningkatkan hilirisasi produk turunan kelapa sawit adalah memfasilitasi penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara PalmCo/PTPN IV dengan Koperasi Produsen Gerak Nusantara (KPGN).

"PKS tersebut merupakan dokumen operasional dari Nota Kesepahaman (MoU) yang telah ditandatangani sebelumnya oleh Kemenperin, PalmCo, dan KPGN. Penandatanganan PKS saat itu disaksikan oleh pimpinan dan anggota Komisi VII DPR RI sebagai bagian kegiatan Kunjungan Kerja Reses DPR RI ke wilayah Sumatra Utara," kata Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika dalam keterangan resmi, Senin, 14 April 2025.

Dirjen Industri Agro mengemukakan, dalam masa replanting (peremajaan kebun), batang kelapa sawit sering menjadi barang yang tersisa. Namun, terdapat peluang besar untuk memanfaatkan sisa barang tersebut sebagai nira.
 

Keberlangsungan industri gula merah sawit


"Nira sawit dikenal memiliki rasa manis yang dihasilkan dari kandungan gula yang tinggi, dan dapat diolah menjadi gula merah berkualitas," ungkap dia.

Oleh karena itu, di daerah penghasil kelapa sawit, seperti Kabupaten Serdang Bedagai, jumlah pengrajin nira terus meningkat. Hal ini menunjukkan nira sawit dapat menjadi sumber nilai ekonomi yang signifikan bagi pekebun, terutama di masa peremajaan kebun.

"Untuk memastikan keberlangsungan usaha gula merah sawit pada skala industri kecil dan menengah (IKM), penting bagi petani untuk membangun sistem manajemen yang efisien," tutur Putu.

Selain itu, petani perlu membangun dan memperkuat sistem manajemen sumber daya manusia, produksi, dan pemasaran.
 
Baca juga: BRICS Diharap Bisa Jadi Pasar Sawit bagi Indonesia



Ilustrasi petani kelapa sawit. Foto: dok Ditjenbun Kementan.

"Langkah tersebut akan membantu petani dalam mengelola usaha mereka secara lebih efektif. Asalkan didukung oleh pelatihan dan pendampingan dari pengrajin berpengalaman. Ini merupakan langkah penting untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi," jelas dia.

Guna meningkatkan efisiensi, pola kemitraan juga dapat diterapkan dengan membentuk kelembagaan yang menghubungkan petani dengan pengrajin gula merah sawit.

"Melalui kerja sama ini, para petani dapat menyediakan bahan baku dari pohon sawit yang mereka tanam sendiri," ujar Putu.
 

Pendapatan capai Rp25 juta


Menurut dia, investasi untuk memproduksi gula merah dan nira pada skala satu hektare diperkirakan mencapai Rp25 juta, yang mencakup berbagai peralatan. Proses pengolahan nira ini dilakukan secara bertahap.

"Data menunjukkan rata-rata jumlah nira yang dihasilkan mencapai 6,8 liter per batang per hari. Rincian produksi mencakup 2,7 liter di pagi hari dan 4,5 liter di sore hari, dengan masa penderesan berlangsung antara 1,5 hingga 2 bulan," sebut Putu.

Jika petani melakukan sendiri proses penderesan dan pengolahan nira, mereka dapat menghasilkan keuntungan bersih antara Rp18 juta hingga Rp25 juta. Ini berdasarkan survei terhadap beberapa pengrajin nira.

"Inisiatif pengolahan nira dan pemanfaatan batang kelapa sawit ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian lokal dan nasional, hingga dapat meningkatkan kesejahteraan para pekebun," kata Putu.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Ade Hapsari Lestarini)