Mohammad bin Salman, Donald Trump, Ahmed al-Sharaa. (X/@PressSec)
Riyadh: Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengadakan pertemuan dengan Presiden Suriah Ahmad al-Sharaa di Riyadh, Arab Saudi. Pertemuan ini berlangsung atas undangan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman dan dihadiri secara virtual oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Pertemuan tersebut diumumkan oleh Juru Bicara Gedung Putih Karoline Leavitt melalui akun X resminya @PressSec.
Leavitt menyampaikan bahwa Erdogan memuji Trump karena mencabut sanksi terhadap Suriah dan menyatakan komitmen untuk bekerja bersama Arab Saudi demi perdamaian dan kemakmuran kawasan. Putra Mahkota juga menyebut keputusan pencabutan sanksi itu sebagai tindakan "berani."
Trump menyampaikan kepada Al-Sharaa bahwa ia memiliki "kesempatan luar biasa untuk melakukan sesuatu yang bersejarah bagi negaranya." Ia mendesak Presiden Suriah untuk melakukan lima hal utama:
- Bergabung dengan Abraham Accords bersama Israel
- Mengusir seluruh teroris asing dari Suriah
- Mendeportasi teroris Palestina
- Membantu AS mencegah kebangkitan ISIS
- Mengambil alih tanggung jawab pusat-pusat tahanan ISIS di timur laut Suriah
Abraham Accords sendiri adalah serangkaian perjanjian normalisasi diplomatik antara Israel dan beberapa negara Arab seperti Uni Emirat Arab, Bahrain, Maroko, dan Sudan, yang dimulai sejak 2020 dengan dukungan pemerintahan Trump.
Perjanjian ini bertujuan membangun hubungan resmi, termasuk kerja sama ekonomi dan keamanan, antara negara-negara yang sebelumnya tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.
Dalam forum terpisah sebelumnya, Trump menyampaikan dalam pidato luar negeri di KTT Investasi Saudi-AS bahwa impiannya adalah agar "Arab Saudi bergabung dengan Abraham Accords," namun mengakui bahwa hal itu akan terjadi "pada waktunya sendiri," mengingat sensitivitas konflik Gaza dan ketidaksiapan Riyadh untuk menormalisasi hubungan dengan Israel karena situasi perang di Gaza.
Trump menekankan bahwa normalisasi antara Suriah dan Israel bisa menjadi "momen geopolitik paling signifikan abad ini," yang menurutnya dapat mengubah dinamika regional dan membuka jalan bagi pengakuan internasional lebih luas terhadap pemerintahan Al-Sharaa.
Trump menyebut bahwa "Amerika siap menjadi mitra strategis dalam transformasi ekonomi dan keamanan Suriah, jika syarat ini dipenuhi."
Presiden Al-Sharaa dalam pernyataan balasannya mengucapkan terima kasih kepada Trump, Putra Mahkota, dan Erdogan atas upaya mereka menyelenggarakan pertemuan ini. Ia menyebut keluarnya Iran dari Suriah sebagai "peluang strategis signifikan," serta menegaskan kepentingan bersama Suriah dan AS dalam melawan terorisme dan menghilangkan senjata kimia.
Ia juga menegaskan kembali komitmennya terhadap perjanjian pemisahan 1974 dengan Israel.
Ia menyatakan bahwa pihaknya terbuka untuk mendiskusikan kerangka kerja damai dengan semua pihak regional, termasuk Israel, namun menekankan bahwa "langkah-langkah keamanan dan ekonomi harus dikaji lebih lanjut bersama para mediator internasional."
Di akhir pertemuan, Al-Sharaa menyampaikan harapan bahwa Suriah dapat menjadi penghubung utama dalam perdagangan antara timur dan barat, serta mengundang perusahaan-perusahaan Amerika untuk berinvestasi di sektor minyak dan gas Suriah.
Ia juga menyebut bahwa Damaskus sedang menyiapkan rancangan undang-undang baru untuk menjamin keamanan hukum bagi investor asing.
Leavitt juga menyebut bahwa perang Rusia-Ukraina dan perang di Gaza turut dibahas dalam pertemuan tersebut, namun Leavitt tidak memberikan detail lebih lanjut.