KPK Optimistis Bisa Membuktikan Unsur Kriminalitas Ganda dalam Kasus Paulus Tannos

Ketua KPK Setyo Budiyanto. Metrotvnews.com/Candra

KPK Optimistis Bisa Membuktikan Unsur Kriminalitas Ganda dalam Kasus Paulus Tannos

Devi Harahap • 15 June 2025 15:39

Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) optimistis faktor kriminalitas ganda dalam kasus korupsi e-KTP yang melibatkan Paulus Tannos dapat dibuktikan pemerintah Indonesia. Kriminalitas ganda dalam konteks ekstradisi adalah prinsip yang menyatakan suatu perbuatan dapat dijadikan dasar permintaan ekstradisi jika perbuatan tersebut merupakan tindak pidana di negara yang meminta ekstradisi maupun di negara yang diminta melakukan ekstradisi.

“Mengacu pada kerja sama dan koordinasi dengan Kementerian Hukum dan aparat penegak hukum lain, mayoritas masih optimistis Indonesia akan menang dalam sidang penangguhan penahanan sehingga Tannos akan segera diekstradisi ke Indonesia,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam keterangannya, Minggu, 15 Juni 2025.

Pemerintah Indonesia telah menyerahkan semua persyaratan dan dokumen yang diminta untuk proses ekstradisi Paulus Tannos. Ada pun yang akan menjadi keputusan dari pengadilan Singapura, lanjut dia, kembali pada sistem hukum yang berlaku di sana. 

“Dari dokumen, surat, semuanya kami serahkan. (Kalau) kurang kami tambahin, masih butuh apa pun kami lengkapi,” ujar dia. 

Terkait dengan alasan KPK menerapkan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menurut pakar tidak diakui di Singapura, Setyo menjelaskan penyidik KPK pasti melihat dari proses perkembangan pemeriksaan-pemeriksaan yang sebelumnya. 

Setyo menegaskan proses pengungkapan kasus megakorupsi e-KTP akan terus berlangsung dengan merujuk pada hasil persidangan terhadap tersangka-tersangka lain di kasus yang telah merugikan negara hingga Rp2,3 triliun itu. 

“Dengan kondisi seperti itu, maka penyidik saat itu memutuskan pasal itulah yang tepat,” jelas dia.
 

Baca Juga: 

MAKI: Pemerintah Harus Proaktif Hadapi Perlawanan Paulus Tannos


Setyo menegaskan pihaknya akan berusaha membawa Tannos ke Indonesia. Menurut dia, pemulangan Tannos akan menjadi bahan evaluasi terkait efektif atau tidaknya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura.  

“Ini merupakan ekstradisi yang pertama, mudah-mudahan bisa terealisasi, bisa terwujud. Sehingga nanti mungkin bisa menjadi sebuah pembelajaran bahwa mungkin DPO (daftar pencarian orang) yang lain bisa akan lebih mudah kalau misalnya posisinya ketahuan dan ada di suatu negara, khususnya Singapura, untuk kami minta ekstradisi,” ungkap dia.

Kementerian Hukum mengungkap Paulus Tannos masih melakukan perlawanan agar tidak diekstradisi ke Indonesia. Buron tersangka kasus korupsi e-KTP itu menolak pulang ke Tanah Air secara sukarela.

“Proses hukum di Singapura masih berjalan dan posisi PT (Paulus Tannos) belum bersedia diserahkan secara sukarela,” kata Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum, Widodo di Jakarta pada Senin, 2 Juni 2025.

Widodo mengatakan Paulus Tannos telah mengajukan penangguhan penahanan. Pemerintah Indonesia melalui Kejaksaan Singapura tengah berupaya melawan permohonan yang diajukan Tannos.

“Saat ini PT (Paulus Tannos) tengah mengajukan permohonan penangguhan penahanan kepada pengadilan Singapura,” jelas dia.Diketahui, Paulus Tannos telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi KTP-E dan menjadi buron yang dicari oleh KPK sejak 19 Oktober 2021. Jejaknya sempat terdeteksi di Thailand pada awal 2023, tetapi lolos dari jeratan hukum karena belum ada red notice dari Interpol.

Paulus Tannos ditangkap Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura di negara tersebut pada 17 Januari 2025. Penangkapan buron Paulus Tannos di Singapura tersebut membuka kembali lembaran kasus korupsi megaproyek e-KTP pada 2011-2012. 

Kejahatan itu dianggap nyaris sempurna karena korupsi dimulai dari perencanaan dan melibatkan anggota legislatif, eksekutif, BUMN, hingga pihak swasta. Tak tanggung-tanggung, kerugian negara akibat korupsi itu mencapai Rp 2,3 triliun.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)