PBB: Hampir 80 Ribu Orang Terlantar akibat Konflik di Suriah Selatan

Warga terpaksa mengungsi akibat konflik antarsuku di Suriah Selatan. (SANA)

PBB: Hampir 80 Ribu Orang Terlantar akibat Konflik di Suriah Selatan

Riza Aslam Khaeron • 19 July 2025 13:11

Suweida: Hampir 80 ribu orang dilaporkan mengungsi akibat konflik sektarian yang terus memburuk di wilayah selatan Suriah, terutama di Provinsi Sweida. Informasi ini disampaikan oleh badan migrasi PBB (IOM) pada Jumat, 18 Juli 2025.

"Sebanyak 79.339 orang telah mengungsi sejak 13 Juli, termasuk 20.019 orang hanya pada 17 Juli saja," tulis pernyataan resmi IOM, sebagaimana dikutip dari laman Barron's. Gangguan besar terhadap layanan dasar seperti air, listrik, dan komunikasi juga dilaporkan terjadi, sementara kelangkaan bahan bakar memperburuk upaya evakuasi dan tanggap darurat.

Kantor HAM PBB (OHCHR) turut melaporkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia secara luas.

"Kami menerima laporan kredibel tentang eksekusi tanpa proses hukum, pembunuhan sewenang-wenang, penculikan, penghancuran properti pribadi, serta penjarahan rumah warga di Sweida," ujar juru bicara OHCHR, Ravina Shamdasani, dalam konferensi pers di Jenewa.

Kekerasan ini melibatkan faksi-faksi bersenjata lokal, termasuk anggota kelompok Druze dan Badui, serta pasukan keamanan Suriah. OHCHR juga menyoroti insiden pada 15 Juli lalu, di mana setidaknya 13 orang tewas setelah kelompok bersenjata menembaki sebuah pertemuan keluarga. Enam pria lainnya dilaporkan dieksekusi secara ringkas di dekat rumah mereka.

PBB memperingatkan bahwa fasilitas kesehatan kini kewalahan menangani korban luka. WHO mengirimkan perlengkapan bedah darurat yang cukup untuk 1.750 intervensi, namun banyak yang belum bisa didistribusikan karena kendala akses.

William Spindler dari UNHCR menambahkan bahwa para pengungsi sangat membutuhkan bantuan dasar seperti selimut, alat penampung air, dan penerangan.

Namun, ia mengakui bahwa keamanan yang memburuk menyulitkan distribusi bantuan. Ia juga memperingatkan adanya kekurangan air akibat gangguan listrik dan meningkatnya harga barang.
 

Baca Juga:
AS Umumkan Gencatan Senjata Israel–Suriah usai Konflik Berdarah di Sweida

UNHCR mencatat bahwa infrastruktur kemanusiaan ikut terdampak. Salah satu gudang milik Bulan Sabit Merah Suriah hancur akibat serangan pada 15 Juli. Spindler menyerukan agar semua pihak melindungi fasilitas dan staf kemanusiaan.

OHCHR juga mencatat adanya korban sipil akibat serangan udara Israel di Suweida, Dara’a, dan Damaskus.

"Serangan ini sangat membahayakan warga sipil dan fasilitas umum," kata Shamdasani, mendesak agar serangan dihentikan.

Ketegangan sempat mereda setelah Amerika Serikat mengumumkan bahwa Israel dan Suriah telah menyepakati gencatan senjata pada Jumat, 18 Juli 2025. Menurut pernyataan utusan khusus AS Tom Barrack, kesepakatan ini didukung oleh PM Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden Suriah Ahmad al-Sharaa, serta mendapat dukungan dari Turki dan Yordania.

"Kami menyerukan kepada Druze, Badui, dan Sunni untuk meletakkan senjata dan bersama kelompok minoritas lain membangun identitas Suriah yang baru dan bersatu," tulis Barrack di platform X.

Namun, situasi di lapangan belum stabil. Ribuan pejuang Badui dilaporkan masih memasuki wilayah Suweida pada Jumat, memicu kekhawatiran warga akan berlanjutnya kekerasan. Warga juga melaporkan krisis logistik parah: tidak ada listrik, bahan bakar, makanan, atau air selama beberapa hari terakhir.

"Sudah empat hari tidak ada listrik, tidak ada bahan bakar, tidak ada makanan, tidak ada air, sama sekali tidak ada," kata Mudar, warga Sweida berusia 28 tahun, melansir Media Israel.

Sementara itu, sekitar 321 orang tewas sejak 13 Juli menurut laporan Syrian Network for Human Rights. Pemerintah Suriah mengklaim lebih dari 500 korban luka telah dirawat dan ratusan keluarga telah dievakuasi

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Willy Haryono)