Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa. Foto: Metrotvnews.com/Kautsar.
Husen Miftahudin • 22 September 2025 17:56
Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa tak terima Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) merevisi ke atas proyeksi perekonomian Indonesia, dari 4,7 persen menjadi 4,8 persen. Ia optimistis realisasi bisa melampaui proyeksi tersebut.
"Saya pikir kita akan lebih dari situ ya. Bahkan tahun ini pun akan di atas 4,8 persen," tegas Purbaya dalam Konferensi Pers APBN Kita di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin, 22 September 2025.
Pengganti Sri Mulyani itu pun menegaskan jika perekonomian Indonesia menunjukkan ketahanan yang kuat di tengah gejolak global. Prospek ekonomi nasional semakin positif didukung oleh pertumbuhan yang solid, inflasi yang stabil, dan perbaikan kinerja ekspor di tengah tren penurunan suku bunga global.
"Kinerja ekonomi berbagai negara masih resilien hingga 2025, meskipun AS pada periode yang bersamaan menerapkan tarif resiprokal tinggi. Indonesia menjadi bagian dari kelompok negara yang resilien," tutur dia.
Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan ekonomi Indonesia tumbuh 5,12 persen pada triwulan II-2025. Pertumbuhan tersebut didorong konsumsi rumah tangga yang meningkat 5,0 persen persen, serta investasi yang tumbuh 6,99 persen. Sektor manufaktur sebagai kontributor ekonomi terbesar kembali menguat dengan pertumbuhan mencapai 5,68 persen, tertinggi sejak 2022.
"Jadi manufaktur kita di triwulan kedua sudah mulai recover. Mungkin triwulan tiga agak melambat sedikit, tapi triwulan empat pasti akan tumbuh lebih cepat lagi melalui dengan perbaikan ekonomi dan perbaikan demand karena supply uang ditambah di sistem perekonomian," ucap Menkeu.
Girang neraca dagang melonjak 52,3%
Di sisi lain, kinerja ekspor Indonesia menunjukkan perkembangan menggembirakan. Berdasarkan data Bea Cukai hingga Agustus 2025, ekspor tumbuh 7,8 persen secara tahunan, terutama didorong sektor industri pengolahan dan hilirisasi mineral seperti nikel dan tembaga.
Neraca perdagangan kumulatif Januari hingga Agustus 2025 bahkan melonjak 52,3 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Hal tersebut mencerminkan daya saing ekspor yang semakin kuat meskipun diwarnai dinamika tarif perdagangan global.
"Ini pertumbuhan yang amat spektakuler. Walaupun orang bilang karena mau ada tarif, mereka ini duluan
front loading, tapi kalau saya lihat tetap saja tumbuh," beber Purbaya.
Sementara itu, stabilitas
inflasi menjadi faktor kunci yang menopang daya beli masyarakat. Hingga Agustus 2025, inflasi tercatat 2,31 persen (yoy), level yang dinilai ideal dalam konsensus global satu hingga tiga persen.
Purbaya menilai capaian tersebut lebih sehat dibanding beberapa negara kawasan, seperti Singapura 0,6 persen atau Malaysia 1,2 persen, yang mencerminkan lemahnya permintaan domestik di negara-negara tersebut.
"Inflasi yang bagus itu bukan nol, bukan juga di atas 10 persen. Tapi sekarang konsensus ekonomi global antara satu sampai tiga persen dan kita sekarang di 2,3 persen, level yang pas," tegas dia.
(Ilustrasi. Foto: Medcom/id)
Perkuat sinergi kebijakan fiskal dan moneter
Purbaya menegaskan sinergi kebijakan fiskal dan moneter akan terus diperkuat untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia (BI) sebelumnya telah menurunkan suku bunga acuan 25 basis poin guna memperlonggar likuiditas perbankan dan mendorong pembiayaan produktif.
"Sekarang semuanya sudah kita set agar ekonomi bergerak lebih cepat. Konsumsi dan investasi akan naik karena bunga turun, dan multiplier effect untuk pertumbuhan akan semakin signifikan," jelas Menkeu.
Dengan kombinasi faktor eksternal yang membaik, inflasi yang stabil, serta permintaan domestik yang kuat, prospek ekonomi Indonesia hingga akhir 2025 dipandang semakin optimistis. Pemerintah meyakini momentum ini dapat menjadi landasan menuju pertumbuhan yang lebih tinggi dan berkelanjutan dalam beberapa tahun ke depan.