Kehancuran paska serangan Israel di provinsi Sweida, Suriah, 2 Mei 2025. (SANA)
Damaskus: Israel kembali melancarkan serangan besar-besaran ke Suriah dengan total lebih dari 20 serangan udara yang disebut sebagai rentetan serangan terberat tahun ini. Melansir France24, serangan ini terjadi hanya beberapa jam setelah Israel menggempur area dekat istana presiden di Damaskus.
Serangan ke Damaskus diklaim Israel sebagai "pesan yang jelas" terhadap pemerintah baru Suriah agar tidak mengancam komunitas Druze.
"Pesawat tempur menyerang... area dekat istana Ahmed Hussein al-Sharaa di Damaskus," ujar juru bicara militer Israel, Avichay Adraee, dikutip dari France24 pada Sabtu, 3 Mei 2025.
Dalam pernyataan bersama, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel Katz menyebut tidak akan membiarkan bentuk ancaman apapun terhadap komunitas Druze.
"Kami tidak akan mengizinkan pengerahan pasukan ke selatan Damaskus atau ancaman apa pun terhadap komunitas Druze," demikian kutipan pernyataan mereka menurut France24.
Serangan itu memicu reaksi keras dari pihak Suriah. Kantor kepresidenan Suriah menyebut gempuran itu sebagai "eskalasi berbahaya terhadap institusi negara" dan menuding Israel mencoba mengguncang stabilitas negara tersebut.
France24 mencatat, serangan udara Israel dilanjutkan di beberapa lokasi lain termasuk Latakia, Hama, dan Deraa. Serangan ini menyebabkan setidaknya empat orang terluka, menurut laporan dari kantor berita resmi Suriah, SANA.
Sementara itu, Syrian Observatory for Human Rights melaporkan total lebih dari 20 serangan udara yang terjadi pada malam hari dan menyebut ini sebagai serangan udara Israel paling intensif sejak awal 2025.
Serangkaian serangan ini terjadi di tengah ketegangan sektarian antara kelompok Druze dan pasukan Suriah, termasuk kelompok bersenjata yang setia kepada pemerintah. Bentrokan tersebut telah menewaskan lebih dari 100 orang di Jaramana, Sahnaya, dan provinsi Sweida, wilayah yang menjadi jantung komunitas Druze.
Pihak Druze sebelumnya menyatakan kesetiaannya kepada Damaskus dan mendesak pengangkatan pejabat lokal dari komunitas mereka di Sweida. France24 mengungkap bahwa pernyataan tersebut muncul setelah pertemuan antara ulama dan faksi militer Druze yang menegaskan bahwa mereka adalah "bagian yang tak terpisahkan dari tanah air Suriah yang bersatu."
PBB melalui juru bicara Sekjen Antonio Guterres turut mengecam serangan udara Israel dan menyebutnya sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan Suriah. Komisi Penyelidikan Independen PBB untuk Suriah juga menyatakan keprihatinannya atas meningkatnya risiko terhadap warga sipil akibat serangan ini.
Ketegangan di wilayah ini dipicu oleh rekaman suara yang dianggap menghina agama dan memicu kemarahan komunitas Druze. Pemerintah Suriah menuduh kelompok "tidak sah" berada di balik kekacauan tersebut. Namun observatorium HAM Suriah dan warga Druze justru menyalahkan kelompok bersenjata pro-pemerintah baru.
Seiring meningkatnya ketegangan, tokoh spiritual Druze, Sheikh Hikmat al-Hijri, pada Kamis, 2 Mei 2025, mengecam apa yang disebutnya sebagai "kampanye genosida" terhadap komunitas Druze.
Israel juga mengancam akan melakukan serangan tambahan jika kekerasan terhadap komunitas Druze terus berlanjut. France24 mencatat bahwa Israel sebelumnya telah menyerang ratusan target militer sejak tergulingnya Bashar al-Assad pada Desember lalu.