BI Sibuk Jaga Rupiah di Tengah Gonjang-ganjing Tarif Trump

Gedung Bank Indonesia. Foto: dok MI/Rommy Pujianto.

BI Sibuk Jaga Rupiah di Tengah Gonjang-ganjing Tarif Trump

Husen Miftahudin • 5 April 2025 15:06

Jakarta: Bank Indonesia (BI) menyatakan komitmennya untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah, terutama melalui optimalisasi instrumen triple intervention (intervensi di pasar valas pada transaksi spot dan DNDF, serta SBN di pasar sekunder).

"Hal tersebut dalam rangka memastikan kecukupan likuiditas valas untuk kebutuhan perbankan dan dunia usaha, serta menjaga keyakinan pelaku pasar," kata Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu, 5 April 2025.

Wabilkhusus soal gonjang-ganjing tarif yang dikenakan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, BI mengaku masih akan terus memonitor perkembangan pasar keuangan global dan juga domestik.

Diakui Ramdan, pascapengumuman tarif Trump tersebut dan kemudian disusul oleh pengumuman retaliasi tarif oleh Tiongkok pada 4 April 2025, pasar bergerak dinamis.

"Dimana pasar saham global mengalami pelemahan dan yield US Treasury mengalami penurunan hingga jatuh ke level terendah sejak Oktober 2024," papar Ramdan.
 

Baca juga: Tarif Tinggi AS Ancam Ekonomi RI: Rupiah Terpuruk, PHK Massal Mengintai


(Ilustrasi kurs rupiah terhadap dolar AS. Foto: MI/Susanto)
 

Impor dari Indonesia kena tarif 32%


Dalam pengumumannya, Trump menyampaikan bagan tentang tarif timbal balik (resiprokal). Bagan tersebut menunjukkan berbagai negara dan kawasan akan menghadapi tarif yang berbeda.

Misalnya Tiongkok akan menghadapi tarif 34 persen, Uni Eropa 20 persen, Vietnam 46 persen, Jepang 24 persen, India 26 persen, Korea Selatan 25 persen, Thailand 36 persen, Swiss 31 persen, Indonesia 32 persen, Malaysia 24 persen, dan Kamboja 49 persen.

Trump mengklaim mitra dagang lainnya memberlakukan hambatan nonmoneter terhadap AS. Bagan tersebut menggambarkan tarif yang dibebankan oleh berbagai negara atau kawasan kepada AS, termasuk manipulasi mata uang dan hambatan perdagangan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)