#OnThisDay 23 Oktober: Hari Jadi Kota Pontianak Napak Tilas 254 Tahun Peradaban 3 Muara Sungai

Ada yang unik di Tugu KhatulistiwaPontianak. Anda bisa mendirikan telur di sekitar tugu. Ini lantaran kuatnya gaya gravitasi di sekitar tugu. (Foto: Dok. Medcom.id/Patricia Vicka)

#OnThisDay 23 Oktober: Hari Jadi Kota Pontianak Napak Tilas 254 Tahun Peradaban 3 Muara Sungai

Whisnu Mardiansyah • 23 October 2025 06:54

Pontianak: Di persimpangan tiga aliran sungai besar Kapuas Besar, Kapuas Kecil, dan Landak sebuah kota bernapaskan sejarah dan budaya telah bertahan selama lebih dari dua setengah abad. Setiap 23 Oktober, Kota Pontianak merayakan hari jadinya, mengingat kembali momen bersejarah ketika Syarif Abdurrahman Alkadrie pertama kali membuka permukiman di wilayah ini pada tahun 1771.

"Peringatan hari jadi Pontianak bukan sekadar rutinitas seremonial, melainkan napak tilas kelahiran peradaban di jantung Kalimantan Barat," ujar Sejarawan Kalimantan Barat, Dr. Ahmad Syarifuddin, Rabu, 22 Oktober 2025.

Dari rumah panggung sederhana di tepi sungai, Pontianak berkembang menjadi pusat pemerintahan, perdagangan, dan budaya yang kini dikenal sebagai "Kota Khatulistiwa".

Asal Usul: Mitos dan Realitas Sejarah

Nama "Pontianak" sendiri menyimpan cerita mistis yang melekat dalam memori kolektif masyarakat. Menurut legenda yang dituturkan turun-temurun, Syarif Abdurrahman Alkadrie dan rombongannya harus berhadapan dengan makhluk halus bernama "pontianak" saat membuka lahan permukiman pertama.

Setelah melakukan ritual doa dan menembakkan meriam ke arah hutan untuk mengusir roh halus, kawasan tersebut akhirnya bisa dihuni. Dari situlah nama Pontianak melekat hingga sekarang.

Secara historis, Syarif Abdurrahman adalah keturunan Arab yang memiliki darah ulama dan saudagar. Pada 23 Oktober 1771, ia mendirikan permukiman pertama yang strategis di pertemuan tiga sungai, menandai kelahiran Kota Pontianak.


Presiden ke-7 Jokowi Resmikan Jembatan Kapuas 1 Kota Pontianak, Senilai Rp275 Miliar ?Presiden Jokowi Resmikan Jembatan Kapuas 1 Kota Pontianak. (Foto:  Biro Pers Sekretariat Presiden, Muchlis Jr )

Kesultanan Kadriyah: Pondasi Peradaban

Tujuh tahun setelah membuka permukiman, tepatnya 31 Agustus 1778, Syarif Abdurrahman resmi dinobatkan sebagai Sultan Pontianak pertama. Dari sinilah Kesultanan Kadriyah Pontianak lahir, menjadi entitas politik dan budaya yang berpengaruh di Kalimantan Barat.

Istana Kadriyah yang megah dibangun di tepi Sungai Kapuas, disusul pembangunan Masjid Jami' Sultan Syarif Abdurrahman. Kedua bangunan ini menjadi simbol peradaban Melayu-Islam dan hingga kini masih berdiri kokoh sebagai situs warisan budaya.

Posisi strategis Pontianak di jalur perdagangan membuatnya menjadi destinasi favorit pedagang dari berbagai etnis—Melayu, Bugis, Tionghoa, dan Arab. Mereka berdagang rempah-rempah, rotan, emas, dan hasil bumi lainnya, menciptakan mosaik budaya yang khas.
 

Era Kolonial: Dinamika Kekuasaan

Kejayaan Pontianak sebagai pusat perdagangan menarik minat Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) Belanda. Pada 1779, Belanda mendirikan pos dagang dan mulai menjalin hubungan politik dengan kesultanan.

"Hubungan Belanda dengan Kesultanan Kadriyah bersifat kompleks. Di satu sisi ada kerja sama ekonomi, di sisi lain terjadi tarik-ulur pengaruh kekuasaan," jelas Dr. Syarifuddin.

Di bawah administrasi kolonial, Pontianak berkembang menjadi kota pelabuhan penting. Aktivitas pelayaran dan perdagangan meningkat signifikan, diiringi pertumbuhan permukiman sepanjang sungai yang semakin heterogen.

Tahun 1942-1945 menjadi periode kelam dalam sejarah Pontianak. Pendudukan Jepang membawa malapetaka dengan terjadinya "Pontianak Incident" pada 1943-1944. Tentara Jepang melakukan penangkapan dan pembunuhan massal terhadap tokoh masyarakat, bangsawan, dan ulama.

Data sejarah mencatat sekitar 1.500 hingga 2.000 orang menjadi korban dalam tragedi tersebut, termasuk keluarga kesultanan. Peristiwa ini meninggalkan luka mendalam dalam memori kolektif masyarakat Pontianak.

Pontianak Modern: Dari Ibu Kota ke Kota Metropolitan

Pascakemerdekaan Indonesia, Pontianak ditetapkan sebagai ibu kota Provinsi Kalimantan Barat. Kesultanan Kadriyah tetap diakui sebagai warisan budaya, meski kekuasaan administratif beralih ke pemerintah Republik Indonesia.

Era 1950-an hingga 1970-an menandai transformasi Pontianak menjadi kota modern. Pembangunan infrastruktur jalan, pelabuhan, dan bandara mempercepat pertumbuhan ekonomi. Menurut data BPS 2024, Pontianak kini memiliki penduduk sekitar 665.000 jiwa dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,2% per tahun.

Pontianak memiliki keunikan geografis yang tidak dimiliki kota lain di Indonesia. Sebagai satu-satunya ibu kota provinsi di dunia yang dilintasi garis khatulistiwa, kota ini memiliki Tugu Khatulistiwa yang dibangun tahun 1928 oleh ekspedisi geografis Belanda.

Fenomena kulminasi matahari terjadi dua kali setahun (21-23 Maret dan 21-23 September), saat bayangan benda menghilang karena matahari tepat di atas kepala. Peristiwa alam ini menjadi atraksi wisata unggulan yang menarik ribuan pengunjung.

Tantangan dan Harapan

Di usianya yang ke-254 tahun, Pontianak menghadapi berbagai tantangan modern. Masalah banjir, sedimentasi sungai, dan tekanan pembangunan menjadi perhatian serius pemerintah kota.

Walikota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono, menegaskan komitmennya menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian warisan budaya.

"Kami berupaya menjadikan Pontianak sebagai kota sungai yang berkelanjutan, mempertahankan identitas sejarah sambil beradaptasi dengan perkembangan zaman," ujarnya.

Berbagai festival budaya seperti Robo-robo, Festival Khatulistiwa, dan Pontianak Creative Festival terus digelar untuk mempromosikan warisan budaya sekaligus mendorong ekonomi kreatif.

Pontianak telah membuktikan diri sebagai kota resilien yang mampu bertahan melalui berbagai zaman. Dari permukiman sederhana di tepi sungai, kota ini telah bertransformasi menjadi pusat ekonomi dan budaya di Kalimantan Barat.

Nilai-nilai toleransi dan kerukunan antar etnis tetap terjaga dalam masyarakat multikultural Pontianak. Jejak sejarah dari masa kesultanan, kolonial, hingga kemerdekaan terpelihara dalam bangunan-bangunan bersejarah dan tradisi yang terus hidup.

Setiap dentuman meriam dalam peringatan hari jadi Pontianak tidak hanya mengingatkan pada legenda pendirian kota, tetapi juga menyemai harapan untuk masa depan yang lebih baik. Di muara tiga sungai inilah, semangat Pontianak terus mengalir, membawa warisan masa lalu menuju visi kota berkelanjutan di masa depan.

*Pengerjaan artikel berita ini melibatkan peran kecerdasan buatan (artificial intelligence) dengan kontrol penuh tim redaksi.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Whisnu M)