Gaza Makin Tercekik Jumlah Korban Kelaparan Capai 115, Serangan Israel Berlanjut

Anak-anak di Gaza kelaparan akibat perang yang melanda saat ini. Foto: Anadolu

Gaza Makin Tercekik Jumlah Korban Kelaparan Capai 115, Serangan Israel Berlanjut

Fajar Nugraha • 25 July 2025 11:07

Gaza:  Sedikitnya 62 warga Palestina, termasuk 19 orang yang tengah mencari bantuan, tewas dalam serangkaian serangan Israel di Jalur Gaza, Kamis, 24 Juli 2025. Di tengah gempuran yang terus berlangsung, dua orang lainnya dilaporkan meninggal akibat malnutrisi, menambah total korban kelaparan menjadi 115 orang sejak perang dimulai Oktober lalu.

Kementerian Kesehatan Gaza mengungkapkan bahwa sebagian besar korban kelaparan merupakan anak-anak dan terjadi dalam beberapa pekan terakhir, seiring memburuknya krisis kemanusiaan. Sejak Maret 2024, Israel memberlakukan blokade total atas Gaza, dengan pengiriman bantuan baru mulai diperbolehkan dalam jumlah sangat terbatas sejak akhir Mei.
 

Baca: PBB: Israel Bunuh Lebih dari 1.000 Warga Gaza yang Mencari Bantuan Sejak Mei.


Mengutip dari Al Jazeera, Jumat, 25 Juli 2025, Kepala Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), Philippe Lazzarini, menyatakan bahwa krisis kelaparan telah mengoyak kehidupan keluarga di Gaza. 

“Orang tua terlalu lapar untuk merawat anak-anak mereka,” tulisnya dalam unggahan di platform X. Ia juga menambahkan bahwa warga yang datang ke klinik UNRWA tidak memiliki energi atau sarana untuk menjalani perawatan.

Badan Kemanusiaan PBB (OCHA) menuding Israel menghalangi upaya mereka memverifikasi distribusi bantuan yang menumpuk di pusat-pusat distribusi. Dari Gaza City, jurnalis Al Jazeera, Hani Mahmoud, melaporkan situasi yang makin genting. 

“Kelaparan, dehidrasi paksa, dan kekurangan gizi akut tengah mencengkeram Gaza. Sistem kekebalan tubuh warga runtuh, membuat mereka rentan terhadap berbagai penyakit,” ujar Mahmoud.

Desakan internasional terhadap Israel kian menguat. Sebanyak 60 lebih anggota Parlemen Eropa mengajukan permintaan pertemuan darurat kepada Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, untuk mendorong tindakan terhadap Israel.

Anggota Parlemen Eropa asal Irlandia, Lynn Boylan, mengecam standar ganda yang diterapkan oleh elite Uni Eropa. 

“Nyawa warga Palestina jelas tidak dipandang setara dengan warga Ukraina,” kata Boylan kepada Al Jazeera. Ia juga menyinggung adanya intimidasi terhadap pihak-pihak yang mengkritik Israel.

“Jika Anda bicara soal kejahatan perang Israel, Anda langsung diserang,” tambahnya.

Sebelumnya, 28 negara telah mengecam blokade bantuan ke Gaza dan menyerukan penghentian segera pertempuran. Perdana Menteri Inggris Keir Starmer dijadwalkan menggelar pembicaraan dengan pemimpin Jerman dan Prancis untuk membahas langkah darurat yang dapat diambil guna menghentikan kekerasan dan menyalurkan bantuan.

Perundingan gencatan senjata gagal

Di tengah krisis yang terus memburuk, upaya diplomatik untuk menghentikan perang kembali menemui jalan buntu. Utusan khusus AS, Steve Witkoff, mengumumkan bahwa delegasinya menarik diri dari pembicaraan di Qatar.

“Hamas tidak menunjukkan keinginan untuk menyepakati gencatan senjata,” katanya dalam pernyataan tertulis.

Namun Hamas menyatakan terkejut atas pernyataan itu dan menegaskan komitmen mereka untuk terus melanjutkan dialog. “Kami tetap ingin mengatasi hambatan demi tercapainya kesepakatan gencatan senjata permanen,” bunyi pernyataan Hamas, Kamis malam.

Sementara itu, mantan Presiden AS Donald Trump kembali menyuarakan dukungan terhadap relokasi warga Gaza ke negara tetangga, langkah yang dikecam luas sebagai bentuk pembersihan etnis.

Dalam perkembangan diplomatik besar, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengumumkan bahwa negaranya akan secara resmi mengakui Negara Palestina saat Sidang Umum PBB pada September mendatang. Macron menyebut keputusan ini sejalan dengan komitmen historis Prancis terhadap perdamaian yang adil dan abadi di Timur Tengah.

Langkah ini akan menjadikan Prancis sebagai negara terbesar di Eropa yang mengakui Palestina, dan mendapat sambutan hangat dari pejabat senior Otoritas Palestina. “Ini mencerminkan dukungan Prancis terhadap hak rakyat Palestina untuk menentukan nasibnya dan mendirikan negara merdeka,” kata wakil Presiden Mahmoud Abbas.

Namun, Israel mengecam keras langkah Prancis. Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menyebut pengakuan itu sebagai “aib dan bentuk penyerahan diri pada terorisme.” Ia menegaskan bahwa Israel tidak akan membiarkan berdirinya negara Palestina yang dinilainya mengancam keamanan nasional dan “hak historis Israel atas Tanah Israel”.

(Muhammad Reyhansyah)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Fajar Nugraha)