Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat (Rerie). Foto: Istimewa.
Anggi Tondi Martaon • 16 April 2025 19:27
Jakarta: Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat (Rerie) mendorong pemerintah membuat strategi tepat menghadapi tarif impor 32 persen Amerika Serikat. Sehingga, bisa memperkuat posisi Indonesia di panggung internasional.
Ha itu disampaikan Rerie dalam Forum Diskusi Denpasar 12 bertema Dampak 'Trump Reciprocal Tariffs' terhadap Ketahanan dan Daya Saing Ekonomi Indonesia di Era Perdagangan Global yang Berubah. Pembicara diskusi tersebut yaitu Wakil Menteri Perdagangan RI Dyah Roro Esti Widya Putri, Direktur Pascasarjana Universitas Airlangga Badri Munir Sukoco, dan Direktur Riset dan Pemikiran Institut Peradaban Tarli Nugroho.
"Dengan strategi yang tepat, Indonesia dapat mengubah tantangan menjadi momentum untuk memperkuat posisi di panggung perdagangan global yang terus berubah saat ini," kata Rerie melalui keterangan tertulis, Rabu, 16 April 2025.
Menurut anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, ketergantungan pada pasar AS membuat Indonesia rentan terhadap guncangan perdagangan. Maka, diperlukan transformasi ekonomi dari ekspor komoditas mentah ke produk lainnya.
Anggota Komisi X DPR RI itu, arah pembangunan nasional, khususnya ekonomi, harus berorientasi pada penciptaan kesempatan kerja demi mengurangi pengangguran dan kemiskinan.
Oleh karena itu, pendekatan distribusi kesejahteraan dan manfaat untuk seluas-luasnya kemakmuran rakyat harus diterapkan. "Kita harus bersama-sama bekerja keras dengan strategi yang tepat untuk menghadapi sejumlah tantangan yang kita hadapi ini," pungkas legislator asal Dapil Jawa Tengah II (Kudus, Demak, Jepara) itu.
Sementara itu, Wamendag Dyah Roro Esti Widya Putri mengungkapkan, kebijakan reciprocal tariffs yang diterapkan AS menimbulkan ketegangan pada perekonomian global, Di antaranya berdampak pada distribusi rantai pasok.
Politikus Partai Golkar itu mengakui tarif yang diberlakukan terhadap Indonesia lebih tinggi daripada Malaysia dan Singapura. Kondisi itu harus menjadi perhatian.
Menurut Dyah, saat ini AS menunda penerapan tarif resiprokal selama 90 hari. Selama penundaan, tarif yang berlaku bagi Indonesia 10 persen.
Dyah berharap ada waktu bagi Indonesia untuk bernegosiasi dengan Amerika Serikat terkait kesepakatan tarif tersebut. Pemerintah akan memperkuat upaya diplomasi dan aliansi regional dalam menyikapi kebijakan AS.
Selain itu, pemerintah Indonesia terus berupaya membangun diversifikasi pasar baru. Hal itu dilakukan melalui kerja sama antarnegara dan kawasan.
Sementara itu, Badri Munir Sukoco berpendapat bahwa dampak perang dagang antara Tiongkok dan AS akan menguntungkan ASEAN.
Namun, jelas Badri, negara ASEAN yang lebih banyak diuntungkan pada kondisi saat ini adalah Vietnam.
Dalam hal ini, ujar dia, Indonesia belum mampu bersaing dan produk ekspornya baru seputar minyak, gas, dan CPO.
Badri menyarankan, Indonesia harus serius memanfaatkan pasar domestik. "Indonesia punya pasar yang luar biasa besar," ujarnya.
Pasar alat kesehatan dan obat-obatan misalnya, tambah dia, harus mampu dipenuhi oleh produk dalam negeri.
Menurut Badri, langkah menciptakan enterpreneur muda agar mampu menghasilkan sejumlah produk subtitusi barang-barang impor, merupakan langkah yang strategis.
Diharapkan, tegas Badri, kemandirian dalam menghasilkan produk dapat membuka lapangan kerja baru yang sangat dibutuhkan.
Sementara itu, Direktur Pascasarjana Universitas Airlangga Badri Munir Sukoco Tarli Nugroho berpendapat, kondisi perekonomian saat ini tidak ideal. Sejak pandemi hingga perang dagang dunia usaha Tanah Air belum pulih.
Menurut Tarli, perang dagang yang terjadi saat ini berpotensi melahirkan aliansi baru. Aliansi tersebut disebut bisa menguntungkan atau merugikan kita.
Bagi ekonomi Indonesia, perang tarif yang terjadi saat ini jelas mengganggu ekspor. Di sisi lain, Indonesia juga berpotensi menjadi pasar produk Tiongkok yang sedang berperang dagang dengan AS.
Menurut Tarli, langkah pemerintah menghindari langkah konfrontasi dalam perang dagang saat ini sudah tepat. Upaya negosiasi penting untuk dilakukan.
"Politik bebas aktif harus terus dijaga. Kerja sama dan negosiasi adalah kata kunci untuk mengatasi sejumlah dampak perang dagang yang terjadi saat ini," tegas Tarli.
Anggota Komisi XI DPR Martin Manurung berpendapat, suka atau tidak suka, kebijakan yang diambil Trump akan berdampak juga pada pasar domestik mereka. "Di era perdagangan global saat ini tidak ada satu pun negara yang untung sendirian," ujar Martin.
Martin mendorong agar Indonesia memanfaatkan kerja sama perdagangan antar-negara dan regional dengan baik. Lalu, sejumlah program unggulan pemerintah dapat dimaksimalkan manfaatnya, seperti program makan bergizi gratis (MBG) harus melibatkan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah. Sehingga program MBG menghasilkan multiplier effect yang lebih besar bagi masyarakat luas.