Presiden Soekarno berpidato. (Istimewa)
Riza Aslam Khaeron • 15 October 2025 18:07
Jakarta: Hari Sumpah Pemuda yang diperingati setiap 28 Oktober menandai lahirnya kesadaran kolektif tentang satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa: Indonesia. Ikrar ini dicetuskan dalam Kongres Pemuda II yang digelar di Batavia pada 27 hingga 28 Oktober 1928.
Di antara berbagai organisasi pemuda yang hadir dan tokoh-tokoh nasional yang disebut-sebut terlibat dalam perjuangan, nama Soekarno—yang kelak menjadi proklamator dan presiden pertama Indonesia—kerap muncul dalam narasi populer.
Namun, benarkah Soekarno hadir langsung dalam Kongres Pemuda II? Apakah ia menyaksikan secara langsung pengucapan ikrar Sumpah Pemuda dan pemutaran lagu Indonesia Raya yang legendaris itu? Berikut fakta tentang peran Soekarno di peristiwa sumpah pemuda.
Klaim Soekarno: Mengikrarkan Sumpah pada 28 Oktober 1928
Soekarno mengklaim bahwa dirinya mengikrarkan sumpah pemuda pada tanggal peristiwa penting itu berlangsung.
Dalam otobiografi yang dituturkan kepada Cindy Adams, "Bung Karno: Penjambung Lidah Rakjat Indonesia" Ditulis bahwa:
“
Pada tanggal 28 Oktober tahun ’28 Sukarno dengan resmi mengikrarkan sumpah khidmat: ‘Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa.’”
Pernyataan ini menandakan bahwa Soekarno mengaitkan dirinya secara personal dengan ikrar
Sumpah Pemuda, namun tidak secara eksplisit menyebut dirinya hadir di Kongres Pemuda II yang dilaksanakan pada tanggal yang sama.
Soekarno juga menyatakan menyanyikan lagu kebangsaan bangsa di tahun yang sama:
“
Ditahun 1928 untuk pertama kali kami menjanjikan lagu Kebangsaan ‘Indonesia Raya’.”
Pernyataan ini bisa dimaknai sebagai bentuk dukungan terhadap isi dan semangat Kongres
Pemuda, termasuk lagu Indonesia Raya yang diperkenalkan W.R. Supratman dalam forum tersebut.
Namun, ia tidak menjelaskan di mana dan dalam konteks apa ia menyanyikannya, sehingga tidak dapat disimpulkan bahwa ia hadir secara fisik dalam kongres ituapa ia menyanyikan lagu tersebut, sehingga tidak dapat disimpulkan bahwa ia hadir secara fisik dalam kongres itu.
Perdebatan Peran Bung Karno dalam Sumpah Pemuda
Peran Ir. Soekarno dalam Kongres Pemuda II dan kelahiran
Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 masih menjadi topik perdebatan yang cukup tajam di kalangan sejarawan. Perbedaan pendapat ini terutama dipicu oleh kesaksian langsung dari pelaku sejarah yang memberikan pandangan berbeda.
Melansir artikel R. Neru di laman resmi Desa Blang Merang pada 15 Agustus 2024, tokoh pertama yang mendukung adanya keterlibatan Soekarno adalah Maskoen, seorang aktivis
pemuda tahun 1928 yang kemudian menjabat sebagai Ketua PNI dan pernah dipenjara bersama Soekarno di Sukamiskin.
Dalam kesaksiannya kepada sejarawan Anhar Gonggong, Maskoen menyatakan bahwa pelaksanaan Kongres Pemuda II merupakan gagasan Bung Karno.
Menurut Maskoen, Soekarno menyampaikan permintaan agar kongres digelar setelah mendirikan Pemufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI)—sebuah wadah politik nasionalis yang dibentuk untuk menyatukan seluruh kekuatan politik, termasuk para
pemuda.
Kongres pertama PPPKI sendiri diselenggarakan pada 30 Agustus hingga 2 September 1928, sebulan sebelum Kongres Pemuda II.
Namun, pandangan tersebut dibantah oleh Abu Hanifah, seorang tokoh pergerakan nasional yang menjabat sebagai sekretaris organisasi Kongres Pemuda II.
Dalam tulisannya berjudul “Renungan tentang Sumpah Pemuda” yang termuat dalam buku Bunga Rampai Soempah Pemuda terbitan Balai Pustaka tahun 1978, Abu Hanifah menyatakan bahwa peran Bung Karno dalam
Sumpah Pemuda sama sekali tidak signifikan.
Ia bahkan menegaskan bahwa Bung Karno tidak memiliki pengaruh apa pun dalam keputusan-keputusan penting yang diambil oleh para pemuda saat itu.
Meski diakui bahwa diskusi-diskusi dengan Bung Karno sering terjadi, namun para pemuda saat itu secara sadar memilih menjaga jarak politik dari Soekarno, yang pada waktu itu sudah menjadi figur pemimpin yang sangat berpengaruh.
Kendati begitu, Presiden Soekarno menetapkan 28 Oktober sebagai Hari Nasional yang bukan hari libur melalui Keputusan Presiden No. 316 Tahun 1959 pada 16 Desember 1959.
Dalam berbagai pidato resminya—termasuk dalam peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-35 di Istana Olahraga Senayan pada 28 Oktober 1963—Soekarno tetap menegaskan makna penting Sumpah Pemuda sebagai titik awal revolusi nasional. Ia bahkan secara pribadi kembali menyatakan bahwa pada tanggal 28 Oktober 1928
Soekarno memang tidak tercatat sebagai peserta atau panitia Kongres
Pemuda II, dan tidak pernah secara eksplisit mengklaim hadir dalam forum tersebut. Namun, melalui otobiografi dan pidato-pidatonya, ia menunjukkan keterikatan personal dengan semangat dan isi Sumpah Pemuda.
Terlepas dari kehadiran fisik, kontribusi ideologis Soekarno dalam memaknai dan menghidupkan kembali nilai-nilai Sumpah Pemuda dalam lanskap politik pascakemerdekaan menjadikannya tetap relevan dalam sejarah peristiwa tersebut.