Ilustrasi Polri. Foto: MI.
Siti Yona Hukmana • 7 November 2024 08:10
Jakarta: Polri tengah menyusun berkas perkara kasus dugaan korupsi pembelian tanah oleh eks Direktur Umum PT Pertamina (Persero) berinisial LBD. Proses pemberkasan dilakukan berkoordinasi dengan jaksa penuntut umum (JPU).
"Penyidik Dittipidkor Bareskrim Polri akan menindaklanjuti sebagaimana mekanisme hukum acara yang berlaku, dan berkoordinasi dengan jaksa peneliti dan jaksa penuntut umum yang ditunjuk dalam rangka penyelesaian dan penyerahan berkas perkara," kata Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi (Wadirtipikor) Bareskrim Polri Kombes Arief Adiharsa dalam keterangan tertulis, Kamis, 7 November 2024.
LBD ditetapkan sebagai tersangka usai gelar perkara pada Selasa, 5 November 2024. Berdasarkan alat bukti yang diperoleh penyidik, LBD terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pembelian tanah di Komplek Rasuna Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan, dengan menaikkan harga.
"Penyidik Dittipidkor Bareskrim Polri telah melakukan gelar perkara penetapan tersangka dan seluruh peserta gelar telah sepakat terhadap saudara LBD selaku Direktur Umum PT Pertamina (Persero) tahun 2012 sampai dengan 2014, ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan perkara tindak pidana korupsi perkara a quo," ujar Arief.
Duduk Perkara Kasus
Arief menjelaskan perkara kasus diawali dengan penyusunan anggaran dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT Pertamina (Persero) Tahun 2013 dengan nilai sebesar Rp.2.070.000.000.000 yang diperuntukan untuk pembelian tanah di kawasan Rasuna Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan. Tanah itu direncanakan untuk pembangunan Gedung Pertamina Energy Tower (PET) sebagai perkantoran Pertamina serta seluruh anak perusahaannya.
Pada kurun waktu Juni 2013 sampai Februari 2014, Pertamina telah melakukan proses pembelian tanah sebanyak empat lot yang terdiri dari 23 bidang tanah dengan total luas sebesar 48.279 meter persegi dari PT SP dan PT BSU seharga Rp35.000.000 per meter persegi. Nilai itu diluar pajak dan jasa Notaris-PPAT yang totalnya sebesar Rp1.682.035.000.000.
"Bahwa di dalam proses pembelian tanah yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero), diduga telah terjadi perbuatan melawan hukum (tidak mendasari kepada ketentuan dan peraturan yang berlaku," ungkap Arief.
Jumlah kerugian keuangan negara akibat perbuatan tersangka sebesar Rp348.691.016.976. Arief menyebut kerugian keuangan negara terjadi didasari atas pemahalan harga atau pengeluaran yang lebih besar dari yang seharusnya dan pengeluaran atau pembayaran yang tidak seharusnya.
"Yaitu aset berupa jalan milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta seluas 2.553 meter persegi," ungkapnya.
Tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.