Gugatan Tim Hukum AMIN ke MK Wajar Sebagai Proses Demokrasi

Pengajar hukum pemilu di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini. Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez

Gugatan Tim Hukum AMIN ke MK Wajar Sebagai Proses Demokrasi

Media Indonesia • 21 March 2024 20:17

Jakarta: Pakar kepemiluan dari Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini mengatakan, gugatan kubu Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN) ke Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan hal wajar. Pasalnya gugatan ini merupakan bagian dari proses demokrasi.

“Wajar dan memang saluran yang sudah disediakan konstitusi dan peraturan perundang-undangan sebagai mekanisme menyelesaikan masalah hukum pemilu yang berkaitan dengan hasil. Itu juga sebagai upaya untuk memperoleh keadilan pemilu bagi pihak-pihak yang merasa hak-hak konstitusionalnya di pemilu telah terciderai,” kata Titi kepada Media Indonesia, Rabu, 21 Maret 2024.

Titi menilai permohonan perselisihan hasil pemilu (PHPU) di MK adalah saluran bagi para pihak yang merasa keberatan terhadap penetapan hasil pemilu yang dilakukan oleh KPU yang bisa berdampak pada perolehan kursi. Pada pilpres, kata Titi, PHPU bisa juga mencakup permohonan yang berpengaruh pada siapa yang bisa masuk ke putaran kedua.

“Pemohon harus mampu membuktikan dalil-dalilnya dan meyakinkan hakim bahwa apa yang mereka mohonkan tersebut adalah sesuatu yang beralasan secara hukum. Hal itu bisa dilakukan apabila pemohon mengemas permohonannya dengan kokoh, solid, dan argumentatif, serta didukung alat bukti yang sangat memadai,” ujarnya.

Alat bukti tersebut mampu membangun benang merah dengan berbagai dalil, fakta hukum, maupun tuntutan atau petitum yang diajukan pemohon. Alat bukti dapat berupa dokumen tertulis, keterangan saksi-saksi, keterangan ahli, ataupun keterangan pihak.

Titi mengungkapkan, kemampuan pemohon merangkum data, fakta, dan argumen dalam sebuah permohonan yang berkualitas dan berbobot akan lebih mudah meyakinkan hakim untuk menerima dalil-dalil pemohon. Apalagi jika diperkuat oleh proses pembuktian yang efektif dan mampu menggugah rasa keadilan majelis hakim MK yang menangani perkara PHPU.

“Permohonan PHPU di MK bukan saja soal keberatan pemohon, tapi hal itu juga jadi instrumen hukum agar pemilu dan demokrasi tegak dan konsisten dijalankan sesuai nilai dan prinsip pemilu yang konstitusional,” ucapnya.
 

Baca juga: 

Wapres Persilahkan Pihak yang Tak Puas Hasil Pemilu Menggugat ke MK



Harapannya, Titi menyebut agar ada koreksi serius dari sisi kerangka hukum, manajemen tahapan, kapasitas dan integritas penyelenggara, dan penegakan hukum dalam penyelenggaraan pemilu. Selain itu, agar pelanggaran dan dugaan kecurangan tidak begitu saja serta merta mengungkap hanya karena sudah ada hasil pemilu.

“Proses yang dianggap bermasalah tentu harus dikoreksi melalui mekanisme legal yang sudah diberikan konstitusi dan undang-undang sebagai pembelajaran agar di masa depan tidak ada yang mentoleransi dan menormalisasi pelanggaran ataupun kecurangan pemilu, sekecil apapun itu,” ungkapnya.

Titi mengemukakan MK harus memastikan proses persidangan berjalan terbuka, transparan, dan akuntabel serta memberikan ruang yang memadai bagi para pihak untuk melakukan pembuktian atas dalil-dalilnya. MK juga harus konsisten menjalankan Putusan MKMK soal mencegah benturan kepentingan dalam penanganan perkara.

Selain itu harus ada pengendalian dan pengawasan internal yang efektif agar tidak ada jajaran MK yang terlibat dalam penanganan PHPU melakukan tindakan-tindakan transaksional atau menyimpang dari aturan main yang ada sehingga bisa berdampak buruk kredibilitas dan integritas MK di mata publik dalam menangani perselisihan hasil pemilu 2024.

MK harus mampu menjaga kepercayaan publik di mana momen PHPU ini harus bisa dimanfaatkan MK untuk meyakinkan publik bahwa MK memang independen dan mampu menjadi pemutus PHP dengan seadil-adilnya dan terbebas dari intervensi politik dalam bentuk apapun. (Yakub Pryatama Wijayaatmaja)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Eko Nordiansyah)