Bank Sentral di Asia Harus Prioritaskan Stabilitas Harga Domestik

Ilustrasi inflasi. Foto: MI.

Bank Sentral di Asia Harus Prioritaskan Stabilitas Harga Domestik

Arif Wicaksono • 2 May 2024 14:04

Singapura: Bank sentral di Asia harus memprioritaskan stabilitas harga domestik dan menghindari keputusan kebijakan yang bertaruh kepada ekspektasi perubahan suku bunga Federal Reserve AS.

Direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF Krishna Srinivasan menggambarkan dilema yang dihadapi bank sentral di Asia, dan menyoroti perbedaan suku bunga yang semakin besar antara Asia dan Amerika dapat memberikan tekanan pada mata uang Asia, sehingga menyebabkan volatilitas nilai tukar.
 

baca juga: 

Dolar AS Melemah Setelah Fed Tahan Suku Bunga


Dia mencatat memudarnya ekspektasi penurunan suku bunga oleh The Fed dalam waktu dekat telah berkontribusi terhadap penguatan dolar AS, yang menyebabkan depresiasi sejumlah mata uang Asia terhadap greenback seperti yang dialami mata uang yen, rupiah dan peso.

Terlepas dari risiko depresiasi, Srinivasan menekankan negara-negara Asia kini lebih siap dibandingkan satu dekade lalu dalam mengelola fluktuasi nilai tukar, berkat kebijakan yang lebih kuat, fundamental makroekonomi yang lebih kuat, dan kerangka kelembagaan yang lebih baik.

"Hal ini harus terus memungkinkan nilai tukar bertindak sebagai penyangga terhadap guncangan," jelas dia, dilansir Business Times, Kamis, 2 Mei 2024.

Ia juga merekomendasikan bank sentral untuk tidak terlalu terikat pada apa yang dilakukan The Fed, dan melihat inflasi dalam negeri. Srinivasan berbicara di Singapura pada konferensi pers setelah peluncuran Outlook Ekonomi Regional terbaru IMF untuk Asia dan Pasifik.

IMF mempertahankan perkiraannya pada Januari, pertumbuhan di Asia-Pasifik akan melambat menjadi 4,5 persen pada 2024 dan 4,3 persen pada 2025, setelah ekspansi sebesar lima persen pada 2023.

"Kawasan ini pada dasarnya tetap dinamis dan menyumbang sekitar 60 persen pertumbuhan global," jelas dia.

IMF juga mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang akan melambat menjadi 4,6 persen pada 2024 dan 4,1 persen pada 2025. Hal ini terjadi meskipun pertumbuhan ekonomi dalam setahun sebesar 5,3 persen, yang berada di atas ekspektasi, dicapai pada kuartal pertama tahun ini.

Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok sifatnya sementara

Wakil Direktur Departemen Asia-Pasifik IMF Thomas Helbling mengaitkan pertumbuhan kuartal pertama Tiongkok dengan konsumsi swasta yang lebih kuat dari perkiraan dan kontribusi ekspor bersih yang lebih besar.

Namun, ia mengamati peningkatan konsumsi mungkin hanya terjadi sekali saja karena periode Tahun Baru Imlek, karena tingkat tabungan rumah tangga tampaknya tidak turun.

"Koreksi sektor properti yang lebih dalam dari perkiraan merupakan risiko penurunan, sementara dukungan kebijakan yang lebih besar dari perkiraan merupakan risiko peningkatan – keduanya dapat menjadi sumber dampak buruk bagi negara-negara tetangga Tiongkok,” kata laporan IMF.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arif Wicaksono)