Jubir KPK Budi Prasetyo. Foto: Metro TV/Candra
Candra Yuri Nuralam • 12 December 2025 18:05
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap irisan, antara kasus dugaan rasuah pengadaan mesin EDC dan korupsi digitalisasi SPBU. Dua kasus itu diusut dalam penyidikan berbeda.
"Ya karena memang penyedia barang dan jasa untuk mesin EDC, itu kan artinya identik ya, yang menyediakan mesin EDC maupun di SPBU, di proyek digitalisasi SPBU," kata juru bicara KPK Budi Prasetyo di Jakarta, Jumat, 12 Desember 2025.
Budi menjelaskan, pihak swasta yang mengadakan proyek itu merupakan orang yang sama. Bahkan, eks Direktur PT Pasific Cipta Solusi Elvizar dimintai pertanggungjawaban dalam dua perkara itu.
"Jadi saudara "EL" ini sama-sama sebagai pihak swastanya," ucap Budi.
Budi juga menjelaskan kedua kasus itu memiliki pola rasuah yang sama dalam pengadaan software maupun jaringan dalam proyek yang dikerjakan. Para tersangka mengondisikan pengadaan untuk memenangkan pihak tertentu.
"Nah, modusnya, konstruksinya itu mirip juga. Jadi ada dugaan pengkondisian dalam proses pengadaan barang dan jasa," ujar Budi.
Total, negara sudah merealisasikan Rp1,2 triliun untuk pengadaan dan penyewaan mesin EDC selama 2021 sampai 2024. Total, ada 200.067 unit yang sudah dibeli atau disewakan.
Jubir KPK Budi Prasetyo. Foto: Metro TV/Candra
KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus ini yakni Direktur Utama Allo Bank Indra Utoyo, eks petinggi perusahaan BUMN Catur Budi Harto, pegawai BUMN Dedi Sunardi, Direktur PT Pasific Cipta Solusi Elvizar, dan petinggi PT Bringin Inti Teknologi Rudi Suprayudi Kartadidjadja.
Dalam kasus ini, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 dan Pasal 18 Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.