Pimpinan Pesantren Al-Zaytun Panji Gumilang. (MI/Sumaryanto Bronto)
Siti Yona Hukmana • 7 September 2023 10:38
Jakarta: Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri menargetkan berkas perkara kasus dugaan penistaan agama Panji Gumilang rampung pekan depan. Berkas itu sebelumnya dikembalikan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk dilengkapi penyidik.
"InsyaAllah minggu depan, berkas sudah kita kembalikan ke kejaksaan," kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro kepada wartawan dikutip Kamis, 7 September 2023.
Menurut Djuhandhani, penyidik juga masih membutuhkan keterangan lima saksi dan satu saksi ahli tambahan untuk pendalaman lebih lanjut. Para saksi itu dari pihak Pondok Pesantren Al Zaytun.
"Lima orang saksi ini kita ambil dari beberapa tempat dari pondok pesantren, ada dari perwakilan dari masyarakat, kemudian beberapa yang memang sudah ada petunjuknya. Nanti sekitar lima orang," ucapnya.
Penyidik juga membutuhkan keterangan Panji Gumilang. Polisi akan melontarkan pertanyaan tambahan.
"Kemudian untuk saudara PG kita hanya pertanyaan tambahan. Mungkin yang diminta oleh kejaksaan, kami sampaikan," ucapnya.
Berkas perkara penistaan agama Panji dikembalikan Kejagung pada Rabu, 30 Agustus 2023. Tim penyidik Kejagung menilai berkas belum lengkap secara formil dan materil. Sehingga, harus dilengkapi oleh penyidik Bareskrim Polri.
"Tim Jaksa Peneliti (P-16) berpendapat bahwa berkas perkara atas nama tersangka ARPG belum lengkap secara formil dan materiil dan oleh karenanya perlu dilengkapi," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana kepada wartawan, Rabu, 30 Agustus 2023.
Menurut Ketut, jaksa peneliti akan melakukan koordinasi dengan penyidik Bareskrim guna mempercepat penyelesaian proses penyidikan. Adapun kasus penistaan agama yang menjerat Panji bermula dari adanya kabar di media sosial terkait kontroversi ajaran menyimpang yang diduga terjadi di Ponpes Al Zaytun.
Panji ditetapkan tersangka dan ditahan di Rutan Bareskrim Polri, Jakarta Selatan. Dia dijerat pasal berlapis. Pertama, Pasal 156 A KUHP tentang Penistaan Agama, dengan ancaman lima tahun penjara.
Kedua, Pasal 45A ayat (2) Jo 28 ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Beleid itu berbunyi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Ketiga, Pasal 14 Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang mengatur terkait berita bohong. Beleid itu menyebutkan barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 10 tahun.