Dosen Paramadina Graduate School of Communication (PGSC) Universitas Paramadina Abdul Malik Gismar.
Theofilus Ifan Sucipto • 14 August 2023 17:41
Jakarta: Semangat revolusi mental yang digencarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dikritik. Belum ada perubahan berarti sejak awal jargon itu digaungkan.
"Kalau buat saya revolusi mental sebagai upaya negara adalah nonsense (omong kosong)," kata Dosen Paramadina Graduate School of Communication (PGSC) Universitas Paramadina Abdul Malik Gismar dalam diskusi di Universitas Paramadina, Jakarta Selatan, Senin, 14 Agustus 2023.
Malik mengatakan hal itu terbukti dari kondisi Indonesia saat ini. Mulai dari kasus korupsi yang bertambah hingga sistem pendidikan yang dinilai berantakan.
Malik mengutip hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA) pada 2018. Posisi Indonesia memprihatinkan lantaran berada di posisi ke-74 alias peringkat keenam dari bawah.
"Kemudian Korea Selatan itu angka harapan rata-rata lama sekolahnya 11 tahun. Rata-rata lama sekolah di Indonesia hanya 8 tahun atau artinya SMP kelas 2," ujar dia.
Menurut Malik, revolusi mental sudah terjadi saat reformasi. Masyarakat Indonesia bangkit dari mati rasa psikologis lantaran tidak bisa bebas berekspresi selama orde baru.
"Kita tidak terlalu peduli dengan kejahatan dan korupsi karena tidak berani ngomong apa-apa. Masyarakat secara umum tidak bisa bereaksi lagi," jelas dia.
Situasi tersebut, kata Malik, berubah saat reformasi yang dampaknya terasa hingga kini. Masyarakat bebas menyampaikan pendapat termasuk anak muda.
"Dengan luar biasa gampang menyebut dirinya sebagai aku. Itu fenomena baru dan indikasi bahwa dalam tahap tertentu revolusi mental sudah terjadi," ucap dia.