Ilustrasi DPR. MI/Barry Fathahillah
Kautsar Widya Prabowo • 7 July 2023 18:51
Jakarta: Pemanggilan manajemen TikTok dinilai diperlukan. Terutama, mengklarifikasi isu mengenai aktivitas media sosial tersebut.
"Mungkin diusulkan pihak DPR memanggil manajemen, perwakilan dari TikTok Indonesia," kata anggota Komisi VI Rudi Bangun Hartono saat dihubungi, Jumat, 7 Juli 2023.
Dia merespons temuan Kementerian Perdagangan terkait penjualan di platform tersebut. Terutama, mengenai penjualan minyak subsidi bermerek Minyakita di TikTok, yang jelas dilarang.
"Coba nanti dalam RDP minggu depan, kalau bisa ada rapat dengan kementerian coba kami usulkan (pemanggilan), bagaimana regulasi mereka," ujar Rudi.
Menurut dia, DPR perlu bertabayun dengan pihak TikTok. Sehingga, dapat mengonfirmasi isu-isu yang tengah berseliweran terkait platform itu.
"Iya, kalau bisa nendorong diadakannya pemanggilan, rapat tentang regulasi yang harus menguntungkan UMKM lokal," ujar dia.
Sebelum isu minyak goreng, algoritma platform itu menjadi sorotan media asing. Media Financial Times membeberkan manuver TikTok terkait pemanfaatan data pengguna.
"Algoritma TikTok dikritik oleh beragam pemerintah di negara tempat TikTok beroperasi karena memungkinkan platform menggunakan data pribadi tanpa persetujuan pengguna," kata Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, melalui keterangan tertulis, Jumat, 23 Juni 2023.
Menurut dia, algoritma TikTok berisiko digunakan mendorong penjualan barang impor asal Tiongkok. Jika situasi ini dibiarkan, penjual yang menjual barang impor makin populer.
"Imbas lainnya tentu pada neraca dagang dan keluarnya devisa," ujar dia.
Di sisi lain, Bhima meminta pemerintah berhati-hati dengan TikTok. Meski nilai investasinya besar, perusahaan bestuan Tiongkok itu agresif masuk ke ranah jual beli barang online.
"Sementara pengawasan dan aturan soal social commerce di Indonesia masih abu-abu," kata dia.
Financial Times mengulas soal Project S yang tengah digencarkan TikTok. Pengguna di United Kingdom bakal menemukan fitur 'Trendy Beat' yang mengoleksi data produk yang sedang ngetren.
Data tersebut diramalkan bakal menjadi komoditas bagi Tiongkok untuk memproduksi massal produk yang sedang ngetren. Kemudian, menjualnya dengan harga miring.
Di negara maju seperti Inggris dan Amerika, serbuan produk murah yang diimpor dari Tiongkok tak begitu berpengaruh, karena perekonomian negara tidak begitu bergantung pada industri kecil.
Namun, kondisi tersebut bakal berbeda jika mendampak Indonesia. Sebab, perekonomiannya mayoritas ditopang oleh usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).