Lucky Hakim jadi Saksi Dugaan Penistaan Agama

Mantan Wabup Indramayu Lucky Hakim/Medcom.id/Siti

Lucky Hakim jadi Saksi Dugaan Penistaan Agama

Siti Yona Hukmana • 14 July 2023 10:43

Jakarta: Mantan Wakil Bupati (Wabup) Indramayu, Jawa Barat, Lucky Hakim memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri. Lucky bakal diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan penistaan agama Panji Gumilang, pemilik Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun.

Pantauan Medcom.id, Lucky tiba sekitar pukul 09.50 WIB. Dia datang seorang diri dan mengaku siap menjalani pemeriksaan terkait Panji Gumilang. 

"Dari surat yang dikirimkan ke rumah saya terkait menjadi saksi dalam kasus dugaan penistaan agama. Surat itu jam 10.00 hari ini di Mabes Polri," kata Lucky di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat, 14 Juli 2023.

Lucky bakal menjawab apa yang ditanyakan penyidik. Khususnya, terkait apa yang dia alami dan ketahui terkait Panji dan Al Zaytun.

"Kalau saya menduga, saya menjadi saksi karena memang di dalam video-video itu kan ada muka saya, mungkin ditanya peristiwa hari itu seperti apa," ungkap Lucky.

?Panji dilaporkan kasus penistaan agama di Bareskrim Polri dengan dua laporan polisi. Yakni LP/B/163/VI/2023/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 23 Juni 2023 dan LP/B/169/VI/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI 27 Juni 2023. Dengan persangkaan Pasal 156 A Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penistaan Agama.

Bareskrim Polri mengantongi tiga unsur pidana yang diduga dilakukan Panji Gumilang setelah gelar perkara. Pertama, Pasal 156 A KUHP tentang Penistaan Agama. Kedua, Pasal 45A ayat (2) Jo 28 ayat 2 Indang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Beleid itu berbunyi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.

Ketiga, Pasal 14 Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang mengatur terkait berita bohong. Beleid itu menyebutkan barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 10 tahun.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(M Sholahadhin Azhar)