Kebakaran besar melanda kawasan permukiman Wang Fuk Court, Hong Kong, 26 November 2025. (Anadolu Agency)
Hong Kong: Hong Kong tampaknya akan kembali mencatat partisipasi pemilih yang rendah dalam pemilihan legislatif akhir pekan ini, di tengah kemarahan dan duka publik menyusul kebakaran paling mematikan di kota itu dalam hampir delapan dekade.
Dilansir dari Independent, Minggu, 7 Desember 2025, warga Hong Kong memberikan suara dalam pemilihan legislatif kedua sejak reformasi sistem pada 2021 yang menghapus oposisi prodemokrasi dan hanya mengizinkan kandidat yang telah melalui proses penyaringan loyalitas terhadap Tiongkok.
Pemilu berlangsung di tengah meningkatnya tuntutan akuntabilitas publik setelah kebakaran di kompleks Wang Fuk Court di Tai Po yang menewaskan sedikitnya 159 orang.
Perhatian utama tertuju pada angka partisipasi, yang secara historis tinggi dalam pemilu LegCo tetapi anjlok menjadi hanya 30 persen pada 2021 setelah pergerakan prodemokrasi dibungkam.
Hingga pukul 18.30 waktu setempat pada Minggu, partisipasi baru mencapai sekitar 25,75 persen dari pemilih terdaftar, atau sedikit lebih tinggi dibandingkan angka 2021. Tempat pemungutan suara dijadwalkan tutup pukul 23.30.
Pemerintah Hong Kong telah melakukan berbagai upaya besar untuk meningkatkan partisipasi, dengan pemilu kali ini dipandang sebagai referendum terhadap sistem “patriots-only” yang baru.
Kepala Eksekutif Hong Kong John Lee menyerukan warga untuk memberikan suara sebagai ekspresi kemarahan atas tragedi Tai Po, dan mengatakan bahwa hasil pemilu akan memberi sinyal kepada pemerintah untuk melanjutkan reformasi keselamatan publik. Ia berjanji akan mengajukan proposal kepada legislatif baru mengenai dukungan bagi para penyintas kebakaran, banyak di antaranya kini kehilangan tempat tinggal.
Hong Kong yang Lebih Baik
Ketua Komisi Urusan Pemilu, David Lok, mengatakan bahwa pascakebakaran Tai Po, “semakin penting bagi para pemilih untuk memberikan suara” dan memenuhi tanggung jawab sipil mereka secara serius.
“Saya mengimbau semua pemilih di Hong Kong untuk menggunakan hak pilih mereka yang sakral untuk memilih Dewan Legislatif baru dan membangun Hong Kong yang lebih baik,” katanya.
Namun, sebagian warga tetap skeptis. Seorang warga Tai Po berusia akhir 70-an, bermarga Cheng, mengatakan kepada Reuters bahwa ia tidak akan memilih. “Saya sangat sedih atas kebakaran besar itu,” katanya.
“Ini akibat dari pemerintah yang cacat... Sistem sekarang tidak sehat dan saya tidak akan memilih untuk mendukung politisi pro-pemerintah yang telah mengecewakan kami.”
Kampanye pemilu dihentikan setelah kebakaran dan tetap berjalan secara terbatas hingga hari pemungutan suara sebagai bentuk penghormatan kepada korban. Namun spanduk, poster, dan ilustrasi kotak suara bertanggal 7 Desember tetap menghiasi seluruh kota.
Otoritas juga menggelar forum kandidat, memperpanjang waktu pemungutan suara selama dua jam, menambah tempat pemungutan suara, dan memberikan subsidi kepada lansia serta pusat penyandang disabilitas untuk membantu warga mereka memberikan suara.
Sehari sebelum pemilu, otoritas mengundang perwakilan media internasional di Hong Kong ke sebuah pertemuan langka untuk memperingatkan agar mereka mematuhi undang-undang keamanan nasional. Para jurnalis diberi tahu bahwa mereka akan menghadapi konsekuensi jika dianggap melanggar hukum.
“Jangan bilang kalian belum diperingatkan,” ujar seorang pejabat, dikutip peserta, dengan pernyataan serupa muncul secara daring.
Kantor Keamanan Nasional Tiongkok di Hong Kong mengatakan akan menindak setiap protes “anti-Tiongkok” pascakebakaran dan memperingatkan agar tragedi tersebut tidak digunakan untuk “mengganggu Hong Kong."
“‘Kebebasan pers’ dan ‘menaati hukum’ tidak saling bertentangan,” demikian pernyataan pejabat Tiongkok. “Tidak ada organisasi media yang boleh menggunakan dalih ‘kebebasan pers’ untuk ikut campur dalam urusan internal Tiongkok atau urusan Hong Kong.”
Baca juga:
Tiongkok Peringatkan Media Asing di Hong Kong soal Pemberitaan Kebakaran Maut