Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Mao Ning. (Antara)
Willy Haryono • 25 November 2025 12:39
Beijing: Tiongkok berkomitmen menindaklanjuti hasil Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim PBB COP30 di Belem, Brasil, serta mengimplementasikan Perjanjian Paris sebagai acuan utama dalam kebijakan iklimnya. Hal tersebut disampaikan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Mao Ning pada Senin, 24 November 2025.
“Tiongkok akan bekerja sama dengan pihak lain untuk mengimplementasikan hasil konferensi, memajukan kerja sama global menghadapi perubahan iklim, dan bersama-sama membangun dunia yang lebih baik,” kata Mao dalam konferensi pers di Beijing.
COP30 yang berlangsung pada 22 November 2025 dan diikuti 195 negara menghasilkan dokumen akhir bernama Global Mutirão, namun dianggap jauh dari harapan banyak delegasi, LSM, dan kelompok lingkungan.
Dokumen itu tidak menyebut secara eksplisit minyak, gas, dan batu bara sebagai sumber utama krisis iklim serta dinilai minim langkah konkret untuk pengurangan energi fosil.
Konferensi ini juga menjadi pertemuan iklim internasional pertama setelah pemerintahan Presiden AS Donald Trump memutuskan keluar dari Perjanjian Paris pada Januari 2025.
Dikutip dari Antara, Selasa, 25 November 2025, Mao menyebut bahwa setelah dua minggu negosiasi, para pihak berhasil menyepakati Paket Politik Belém yang “positif dan seimbang”, sekaligus memberikan kepastian bagi implementasi UNFCCC dan Perjanjian Paris.
Mao menambahkan COP30 merespons seruan negara berkembang terkait dialog mengenai tindakan unilateral yang membatasi perdagangan dengan dalih iklim, serta mendorong mekanisme transisi energi yang adil.
Delegasi Tiongkok dipimpin Wakil Perdana Menteri Ding Xuexiang, yang menyampaikan tiga proposisi utama dalam pertemuan tersebut: mempertahankan arah yang benar, menerjemahkan komitmen menjadi aksi nyata, serta memperdalam keterbukaan dan kerja sama.
“Delegasi Tiongkok berpartisipasi penuh dalam negosiasi dan terus mendorong hasil positif. Pesan ‘berusaha untuk berbuat lebih baik’ menjadi pesan politik utama bagi tata kelola iklim global dekade berikutnya,” ujar Mao.
Kesepakatan COP30 juga mencatat adanya jurang besar antara target menahan kenaikan suhu global di bawah 1,5 derajat Celsius dan kondisi saat ini. Pendanaan adaptasi bagi negara rentan dinaikkan menjadi 120 miliar dolar AS per tahun — tiga kali lipat dari sebelumnya — namun pencapaian target diundur dari 2030 menjadi 2035.
Perdebatan sengit juga terjadi terkait peta jalan transisi energi menjauh dari minyak, gas, dan batu bara. Kelompok lingkungan JustCOP menilai kegagalan utama konferensi adalah penolakan negara-negara maju untuk memenuhi pendanaan di seluruh bidang, sehingga menggerus rasa keadilan dan kepercayaan global.
Baca juga: KTT Iklim COP30 Berakhir Tanpa Komitmen Penghapusan Bahan Bakar Fosil