Pansel DK LPS Diminta Bekerja Profesional Sesuai Aturan

Ilustrasi. Foto: Dok MI

Pansel DK LPS Diminta Bekerja Profesional Sesuai Aturan

Eko Nordiansyah • 14 July 2025 18:11

Jakarta: Panitia seleksi (Pansel) mengumumkan 26 calon ketua dan anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (DK LPS) periode 2025-2030 yang lulus seleksi administratif. Menanggapi hal ini, sejumlah pihak pun mengingatkan pansel untuk bekerja profesional sesuai dengan aturan yang berlaku.

Sejauh ini, ditemukan perbedaan substansi antara aturan yang dikeluarkan oleh pansel dan ketentuan dalam UU Nomor 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Ketidaksesuaian tersebut dianggap dapat memicu persoalan hukum dan mencederai integritas proses seleksi.

Dalam pengumuman resmi seleksi yang dirilis oleh Pansel DK LPS, terdapat syarat yang menyatakan, calon tidak boleh menjadi “konsultan, pegawai, pengurus, dan/atau pemilik Bank atau Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah baik langsung maupun tidak langsung pada saat ditetapkan”.

Padahal, dalam UU 24/2004, Pasal 67 huruf i, ketentuan tersebut dituliskan tanpa embel-embel waktu ‘pada saat ditetapkan.’ Selengkapnya, pasal itu berbunyi; ‘Calon anggota Dewan Komisioner harus memenuhi persyaratan, bukan sebagai konsultan, pegawai, pengurus, dan/atau pemilik Bank atau Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah baik langsung maupun tidak langsung’.

“Ini bukan sekadar perbedaan teknis. Aturan pansel secara terang benderang bertentangan dengan UU. Ini preseden yang sangat berbahaya dalam proses seleksi pejabat publik,” ujar Pengamat Hukum Pembangunan Hardjuno Wiwoho dalam keterangannya di Jakarta, Senin, 14 Juli 2025.

Namun, pada dokumen resmi Pansel Nomor Peng-1/Pansel-DKLPS/2025 tertanggal 3 Juli 2025 yang ditandatangani Ketua Pansel Sri Mulyani Indrawati, pada poin B soal Persyaratan Jabatan nomor 9 tertera kalimat; ‘Bukan sebagai konsultan, pegawai, pengurus, dan/atau pemilik Bank atau Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah baik langsung maupun tidak langsung pada saat ditetapkan. Menariknya, di nomor 10, ada ketentuan ‘Bukan pengurus dan/atau anggota partai politik saat pencalonan’.
 

Baca juga: 

LPS Minta Pelaku UMKM Bijak Kelola Keuangan, Begini Caranya!



(Ilustrasi. Foto: Dok LPS)

Menurut Hardjuno, dalam hierarki peraturan perundang-undangan, peraturan turunan seperti ketentuan pansel tidak bisa mengubah substansi yang telah diatur dalam UU. Jika pansel berkehendak memperlonggar syarat seleksi, maka seharusnya terlebih dahulu mengubah undang-undangnya melalui DPR, bukan menabraknya lewat pengumuman administratif.

“Jika dibiarkan, hasil seleksi ini cacat hukum dan bisa dibatalkan sepenuhnya. Pansel sedang melakukan akrobat hukum demi menggolkan kepentingan. Ini bukan hanya soal salah tafsir, tapi dugaan rekayasa regulasi,” cetusnya.

Ia pun mengingatkan, lembaga seperti LPS, yang memegang mandat publik dan stabilitas sistem keuangan nasional, harus dijaga dari intervensi politik dan konflik kepentingan. Untuk itu, Hardjuno mendesak Presiden dan kementerian terkait agar segera meninjau ulang seluruh proses seleksi DK LPS.

“Kalau sejak seleksi sudah menabrak hukum, bagaimana publik bisa percaya pada integritas lembaganya? Jangan sampai bangsa ini kembali menanggung biaya akibat keputusan politik yang melanggar hukum,” ungkap dia.

Persepsi publik terhadap tata kelola sistem keuangan

Sorotan senada juga diungkapkan Ekonom STIE YKP Yogyakarta Aditya Hera Nurmoko. Ia menilai, ketidaksesuaian ketentuan panitia seleksi Dewan Komisioner LPS dengan Undang-Undang dapat berdampak luas terhadap persepsi publik dan pelaku pasar terhadap tata kelola sistem keuangan nasional.

“Masalah ini bukan sekadar formalitas. LPS adalah lembaga strategis dalam menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. Kalau proses seleksinya cacat secara hukum, maka bisa mengganggu kredibilitas kelembagaan secara keseluruhan,” ujar Aditya.

Menurutnya, prinsip dasar sektor keuangan adalah trust. Artinya, kepercayaan tidak hanya dibangun lewat kinerja teknis, tetapi juga lewat integritas dan kepatuhan terhadap aturan yang berlaku. LPS berfungsi sebagai penjamin dalam kondisi krisis perbankan, sehingga legitimasi moral dan hukum dari para komisionernya harus betul-betul bersih sejak proses seleksi.

“Publik bisa melihat ini sebagai indikasi buruk dalam governance. Kalau proses seleksi saja dibayang-bayangi konflik kepentingan atau kelonggaran-kelonggaran yang tidak berdasar UU, maka akan sulit bagi publik untuk menaruh kepercayaan secara penuh,” tambahnya.

Aditya menyarankan agar pemerintah segera merapikan proses seleksi sesuai amanat UU. Jika memang perlu ada kelonggaran atau revisi syarat, mekanismenya bukan melalui pengumuman pansel, melainkan lewat perubahan undang-undang melalui DPR.

“Jangan sampai karena satu celah administratif, kita kehilangan kepercayaan pasar yang dibangun bertahun-tahun. Dalam dunia keuangan, kepercayaan itu bukan sesuatu yang bisa ditawar,” pungkasnya.

Sebelumnya, Pansel DK LPS mengumumkan 26 calon ketua dan anggota Dewan Komisioner LPS periode 2025-2030 yang lulus seleksi administratif. Selanjutnya, peserta yang telah lulus wajib mengikuti seleksi kelayakan dan kepatutan periode pertama, yang meliputi penelitian rekam jejak, masukan masyarakat, pemeriksaan kesehatan, dan asesmen makalah.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Eko Nordiansyah)