Ilustrasi. Foto: Medcom.id.
Jakarta: Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset diminta memperhatikan sejumlah aspek. Salah satunya, harus selaras dengan dengan United Nations Convention Against Corruption (UNCAC).
“Sebenarnya isi RUU Perampasan Aset harus dicek dan disesuaikan lagi dengan UNCAC," kata Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, dikutip dari Media Indonesia, Kamis, 11 September 2025.
Hal lain yang harus diperhatikan dalam pembahasan RUU Perampasan Aset yaitu pelibatan publik. Menurut Isnur, hal itu harus diterapkan sejak penyusunan naskah akademik dan draf RUU Perampasan Aset.
“Jadi yang terpenting masyarakat dari awal dilibatkan,” ungkap dia.
Isnur menekankan pentingnya keterlibatan publik sejak tahap awal perencanaan hingga pembahasan RUU Perampasan Aset. Menurut dia, pemerintah dan DPR harus membuka ruang selebar-lebarnya bagi masyarakat sipil, akademisi, hingga pakar hukum.
Selain itu, Isnur menilai proses sosialisasi yang meluas juga perlu dilakukan. Sehingga, masyarakat memahami tujuan penyusunan RUU Perampasan Aset.
“Diundang semua pakar, masyarakat sipil, dan akademisi. Disosialisasikan secara meluas, jadi kita paham apa maksud DPR dan pemerintah menyusun draf RUU Perampasan Aset,” jelas Isnur.
Ia menegaskan, RUU Perampasan Aset sangat krusial untuk menekan laju korupsi di Indonesia. Maka, keterbukaan dan partisipasi bermakna dari masyarakat menjadi kunci agar draf RUU benar-benar berpihak pada kepentingan publik.
“Kita tahu draftnya diperlukan untuk menangani korupsi yang semakin menggila. Yang penting dibuka dan ada partisipasi yang bermakna, di mana masyarakat terlibat langsung sehingga drafnya terbaik untuk kepentingan masyarakat luas,” ujar Isnur.