Ilustrasi stok BBM. Foto: dok Pertamina.
Riza Aslam Khaeron • 19 April 2025 13:39
Jakarta: Pajak atas bahan bakar minyak (BBM) merupakan salah satu instrumen penting dalam penerimaan negara dan daerah. Meski tidak selalu disadari masyarakat secara langsung, hampir semua orang yang menggunakan BBM dalam kehidupan sehari-hari turut terlibat dalam pembayaran pajak ini.
Namun, siapa sebenarnya yang secara hukum diwajibkan membayar pajak BBM?
Konsumen sebagai Subjek PBBKB
Mengutip Badan Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta pada 1 Februari 2024, “Subjek PBBKB adalah konsumen Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.” Artinya, setiap individu atau badan usaha yang membeli dan menggunakan BBM, baik untuk kendaraan pribadi maupun alat berat, adalah pihak yang menjadi sasaran pajak ini.
Konsumen yang membeli BBM nonsubsidi seperti Pertalite, Pertamax, Dexlite, maupun Solar industri, secara otomatis membayar Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) saat melakukan pembelian.
Namun dalam praktiknya, pemungutan PBBKB dilakukan oleh pihak penyedia BBM, seperti Pertamina atau SPBU lain, yang kemudian menyetorkan pungutan tersebut ke pemerintah daerah. Dengan kata lain, konsumen adalah subjek pajak, sementara penyedia adalah wajib pajak yang memungut dan menyetor PBBKB.
Penyedia BBM sebagai Wajib Pajak
Berdasarkan Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, “Wajib Pajak PBBKB adalah orang pribadi atau badan penyedia bahan bakar kendaraan bermotor.” Penyedia di sini mencakup produsen, importir, dan distributor yang menjual BBM kepada konsumen akhir.
Pemungutan PBBKB dilakukan pada saat penyerahan BBM kepada konsumen. Hal ini ditegaskan juga dalam Pasal 9 ayat (2) PP Nomor 35 Tahun 2023, “Saat terutang PBBKB adalah pada saat penyerahan bahan bakar kendaraan bermotor oleh penyedia.”
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas BBM
Melansir laman Djp pada 19 April 2025, BBM termasuk barang kena pajak dan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Berdasarkan UU PPN/PPnBM yang telah diperbarui melalui UU HPP dan tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 12%. Namun tidak semua BBM dikenai PPN.
BBM nonsubsidi seperti Pertalite RON 90, Pertamax RON 92, Pertamax Turbo, dan Dexlite dikenakan PPN. Sementara itu, BBM tertentu yang disubsidi pemerintah, seperti Solar subsidi, tidak dikenakan PPN. Dasar pengenaan PPN adalah nilai transaksi sebelum dikenakan pajak.
Produsen dan Importir BBM Dikenakan PPh
Selain PPN dan PBBKB, BBM juga dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dalam transaksi antara produsen atau importir dan agen/distributor. Melansir DJP, PPh Pasal 22 atas transaksi BBM bersifat final. Tarif PPh ini ditetapkan dalam PMK Nomor 81 Tahun 2024:
- 0,25% untuk penjualan BBM ke SPBU milik Pertamina
- 0,3% untuk penjualan ke SPBU non-Pertamina
Dasar pengenaan pajak (DPP) untuk PPh Pasal 22 ini adalah nilai penjualan sebelum PPN.
Secara ringkas, konsumen akhir BBM adalah subjek pajak yang menanggung beban PBBKB dan PPN. Namun, pemungutan dan penyetoran dilakukan oleh penyedia BBM sebagai wajib pajak. Dalam level distribusi lebih tinggi, produsen dan importir juga dikenakan PPh atas transaksi penyerahan ke penyalur.
Dengan memahami struktur ini, masyarakat dapat menyadari bahwa pajak BBM dibayar oleh semua pihak yang terlibat dalam rantai pasok — dari produsen hingga konsumen. Transparansi ini penting agar publik semakin sadar kontribusinya terhadap penerimaan negara dan kebijakan fiskal daerah.