Eks presiden Brasil Jair Bolsonaro. (Anadolu Agency)
Rio de Janeiro: Jaksa Agung Brasil secara resmi mendakwa mantan Presiden Jair Bolsonaro atas upaya kudeta untuk tetap berkuasa setelah kekalahannya dalam pemilu 2022. Tuduhan tersebut mencakup rencana untuk meracuni penerusnya, Presiden Luiz Inacio Lula da Silva, serta membunuh seorang hakim Mahkamah Agung.
Dalam dakwaan setebal 272 halaman, Jaksa Agung Paulo Gonet menuduh Bolsonaro dan 33 individu lainnya terlibat dalam konspirasi untuk mempertahankan kekuasaan. Ia menjelaskan bahwa kelompok tersebut menyusun rencana yang dikenal sebagai "Dagger Hijau dan Kuning," yang dimaksudkan untuk melemahkan institusi negara dan menggulingkan tatanan demokrasi.
"Para anggota organisasi kriminal ini merancang rencana di istana kepresidenan untuk menyerang institusi negara, dengan tujuan mengubah sistem kekuasaan dan merusak tatanan demokratis. Rencana ini disusun dan dikomunikasikan kepada presiden, yang kemudian menyetujuinya," tulis Gonet dalam dakwaannya, seperti dilansir dari TIME, Rabu 19 Februari 2025.
Selama ini, Bolsonaro kerap mengenakan kaos tim nasional Brasil berwarna hijau dan kuning, yang telah menjadi simbol politik gerakannya.
Tim kuasa hukum Bolsonaro menyatakan bahwa mereka menanggapi tuduhan ini dengan "rasa kaget dan kemarahan," serta menegaskan bahwa mantan presiden "tidak pernah menyetujui atau terlibat dalam gerakan apapun yang bertujuan merusak aturan hukum demokratis atau institusi negara."
Sementara itu, putra Bolsonaro yang juga seorang senator, Flávio Bolsonaro, menyebut dakwaan tersebut "kosong" dan "tidak memiliki bukti atas kesalahan apa pun." Melalui unggahan di X, ia menuduh kantor Jaksa Agung hanya mengikuti kepentingan politik Lula.
Tuduhan Kudeta dan Bukti yang Dikumpulkan
Pada November lalu, Kepolisian Federal Brasil menyerahkan laporan setebal 884 halaman kepada Gonet yang merinci dugaan skema kudeta ini.
Laporan tersebut menyoroti upaya sistematis untuk menanamkan ketidakpercayaan terhadap sistem pemilu, menyusun dekrit yang memberikan justifikasi hukum bagi kudeta, serta menekan petinggi militer agar mendukung rencana tersebut. Selain itu, mereka juga dituduh menghasut kerusuhan di ibu kota Brasilia.
Gonet menjelaskan bahwa seluruh rangkaian kejahatan yang didakwakan ini memiliki tujuan utama untuk mencegah Bolsonaro turun dari jabatannya, "bertentangan dengan hasil pemungutan suara yang telah ditetapkan oleh rakyat."
Jika dakwaan ini diterima oleh Mahkamah Agung, Bolsonaro akan menghadapi persidangan. Mantan presiden tersebut membantah semua tuduhan dan menyatakan dirinya tidak khawatir.
"Saya sama sekali tidak khawatir dengan tuduhan ini, nol kekhawatiran," ujar Bolsonaro kepada wartawan saat mengunjungi Senat di Brasilia, Selasa lalu.
Ia juga menantang pihak berwenang dengan menyatakan, "Apakah Anda pernah melihat dekrit kudeta itu? Tidak, kan? Saya juga tidak pernah melihatnya."
Menurut kantor Jaksa Agung, total 34 terdakwa dalam kasus ini juga dikenai dakwaan atas keterlibatan dalam organisasi kriminal bersenjata, upaya penggulingan tatanan demokratis secara paksa, perusakan properti negara dengan ancaman kekerasan, serta penghancuran warisan nasional.
Gonet juga menegaskan bahwa kelompok kriminal ini "dipimpin langsung oleh (saat itu) Presiden Bolsonaro dan pasangannya, Jenderal Braga Netto."
"Keduanya menerima, mendukung, dan melakukan tindakan yang secara hukum diklasifikasikan sebagai ancaman terhadap keberadaan dan independensi lembaga negara serta aturan demokrasi," tulisnya dalam laporan.
Konsekuensi Hukum dan Dampak Politik
Jika terbukti bersalah atas tuduhan kudeta dan upaya penggulingan pemerintahan yang sah secara paksa, Bolsonaro berpotensi dijatuhi hukuman penjara hingga 20 tahun sesuai dengan KUHP Brasil.
Bukti dalam kasus ini mencakup manuskrip, dokumen digital, catatan keuangan, serta rekaman komunikasi antara para terdakwa. Kantor Jaksa Agung menegaskan bahwa dakwaan ini mengungkap skema besar untuk mengguncang tatanan demokrasi negara.
Ahli hukum pidana Luis Henrique Machado menyebut dakwaan ini sebagai "momen bersejarah," menegaskan bahwa Mahkamah Agung kemungkinan besar akan menerima dakwaan dan menggelar persidangan sebelum akhir tahun depan.
"Kasus ini menunjukkan bahwa institusi demokrasi Brasil kuat, independen, dan responsif. Ini menjadi contoh bagi negara-negara lain yang demokrasinya tengah menghadapi ancaman," ujar Machado.
Bolsonaro sendiri telah dilarang mencalonkan diri dalam pemilu 2026 setelah pengadilan pemilu tertinggi Brasil memutuskan bahwa ia menyalahgunakan kekuasaannya dan menyebarkan informasi palsu mengenai sistem pemilu elektronik negara tersebut.
Analis politik Carlos Melo dari Universitas Insper di São Paulo memperkirakan bahwa setelah dakwaan ini, Bolsonaro akan mencoba membangun narasi bahwa dirinya adalah korban persekusi politik.
"Bolsonaro sebelumnya telah menyatakan bahwa semua tuduhan terhadapnya hanyalah upaya untuk mencegahnya kembali ke pemerintahan," kata Melo.
Ia juga mencatat bahwa jajak pendapat terbaru menunjukkan Bolsonaro masih memiliki peluang kompetitif dalam pemilu 2026 jika diperbolehkan mencalonkan diri melawan Lula.
"Akan ada kehebohan politik, tetapi pada akhirnya, situasi ini akan kembali tenang," pungkasnya. (
Muhammad Reyhansyah)
Baca juga:
Polisi Brasil Sebut Bolsonaro Diduga Pimpin Rencana Kudeta Pemilu 2022