Legislator Menyoroti Surplus Dagang 62 Bulan

DPR/Ilustrasi Metro TV/Fachri

Legislator Menyoroti Surplus Dagang 62 Bulan

M Sholahadhin Azhar • 5 August 2025 19:17

Jakarta: Anggota Komisi VI DPR RI, Ahmad Labib, menyoroti surplus neraca perdagangan pada Juni 2025, yakni sebesar USD 4,10 miliar. Capaian itu menandai 62 bulan berturut-turut surplus sejak Mei 2020.

Secara semesteran, total surplus Januari–Juni mencapai USD 19,48 miliar, yang didominasi oleh sektor non-migas. Labib menyebut capaian ini sebagai sinyal positif atas daya saing ekspor nasional, namun juga menggarisbawahi pentingnya membaca angka surplus ini secara utuh dan berimbang.

“Surplus perdagangan adalah kabar baik, tapi kita juga harus jujur melihat bahwa surplus ini masih bertumpu pada ekspor komoditas mentah dan setengah jadi, bukan dari diversifikasi sektor manufaktur bernilai tambah tinggi,” ujar Ahmad Labib dalam keterangan yang dikutip Selasa, 5 Agustus 2025.

Legislator Golkar ini mencatat bahwa sektor non-migas seperti lemak dan minyak nabati, batu bara, serta besi dan baja menjadi penopang utama surplus, sementara sektor migas justru mencatat defisit besar senilai USD 8,83 miliar pada semester I 2025.

“Ketergantungan pada impor energi menunjukkan bahwa fondasi ketahanan ekonomi kita masih rapuh. Ini harus menjadi perhatian serius dalam perencanaan strategis industri dan energi nasional,” kata Labib.
 

Baca: Komisi XI DPR: Pemblokiran Rekening Dormant Picu Kegaduhan

Lebih lanjut, Ahmad Labib menyoroti ketimpangan dalam relasi dagang. Khususnya, dengan negara seperti Tiongkok, di mana Indonesia mencatat defisit senilai USD 9,73 miliar.

Menurut dia, hal ini menggambarkan ketergantungan Indonesia terhadap barang modal. Termasuk, bahan baku industri dan produk manufaktur impor.

“Selama kita belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri melalui produksi dalam negeri sendiri, maka surplus perdagangan akan terus dibayangi oleh kerentanan struktural,” ujar Labib.

Meskipun begitu, Ahmad Labib mengapresiasi keberhasilan Indonesia dalam memperkuat posisi di pasar global, terutama dengan mitra dagang seperti Amerika Serikat, India, dan Filipina, yang menyumbang surplus signifikan.

Ahmad Labib mendorong pemerintah menjadikan momentum surplus perdagangan ini sebagai pijakan awal. Terutama, dalam mendorong transformasi industri nasional yang tangguh dan berkelanjutan.

Menurut dia, strategi yang harus ditempuh meliputi penguatan sektor manufaktur bernilai tambah tinggi, dan peningkatan kapasitas industri substitusi impor untuk mengurangi ketergantungan luar negeri. Kemudian, diversifikasi ekspor guna menghadapi volatilitas harga komoditas global, serta percepatan hilirisasi sumber daya alam dengan pendekatan berbasis teknologi dan riset.

“Kita butuh strategi jangka panjang, bukan sekadar mengejar angka surplus. Surplus perdagangan yang sehat harus mencerminkan kemandirian ekonomi, daya saing industri, dan resiliensi terhadap gejolak global,” tutup Ahmad Labib.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(M Sholahadhin Azhar)