Tantangan Kemenlu Atasi Penipuan Online yang Membuat WNI Jadi Korban

Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri RI Judha Nugraha (kemeja merah). Foto: Metrotvnews.com

Tantangan Kemenlu Atasi Penipuan Online yang Membuat WNI Jadi Korban

Fajar Nugraha • 6 March 2025 15:36

Jakarta: Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemenlu RI, Judha Nugraha memaparkan tantangan dalam mencari kepastian warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban penipuan online atau online scam di Myanmar.

Menurut Judha tantangan pertama masalah data. Kementerian luar negeri memang bergantung pada data pengaduan yang diterima. Baik dari korban itu sendiri maupun dari keluarga.

“Karena sudah dipastikan bahwa mereka yang berangkat untuk bekerja di sektor online scam ini berangkat tidak sesuai prosedur. Jadi tidak tercatat di database pemerintah yang ada di Jakarta. termasuk dalam hal ini adalah di Kementerian Pelindungan Pekerjaan Migran,” ujar Judha di Jakarta, Kamis 6 Maret 2025.

“Jadi ketika mereka pun berangkat mayoritas menggunakan fasilitas bebas wisata, sehingga tidak tercatat pada saat ketibaan pun mereka tidak lapor diri. Jadi betul-betul kita rely on data pengaduan,” imbuhnya.

Kemudian begitu diterima, kita segera koordinasikan dengan otoritas yang ada di Myanmar. Namun dari informasi terakhir tadi kami sampaikan bahwa otoritas Myanmar sudah mendata sebanyak 525 orang.

Tantangan kedua adalah wilayah Myawaddy adalah wilayah konflik. Ini adalah tantangan terbesar, mengingat Myawaddy saat ini dikuasai oleh kelompok etnis bersenjata. Ada keterbatasan dari otoritas yang ada di Ibu Kota Napyidaw untuk bisa mengakses Myawwady.

“Jadi memang situasinya selain berbahaya juga kompleks dan rumit. Karena ada banyak paksi yang ada di Myawwady. Dan kami sampaikan bahwa keberadaan warga negara kita itu ada di beberapa titik di Myawwady,” jelas Judha.

Selain mereka sebagai korban online scam diantara mereka teridentifikasi sebagai korban TPPO, Kemenlu juga mengidentifikasi sebagian dari mereka juga sebagai pelaku. 

“Jadi ini tantangannya adalah bagaimana kita bisa memastikan proses identifikasi bisa dilakukan secara akurat untuk memastikan mana yang korban dan untuk korban tentunya secara khusus korban TPPO, kita mengacu kepada Undang-Undang 21 Tahun 2007,” tutur Judha.

Untuk memastikan bahwa negara hadir untuk korban, bagi pelaku tentunya akan juga melakukan proses penegakan. Dalam konteks ini barisnya Polri sudah melakukan pendalaman, sehingga mereka yang tiba itu juga akan diinterview. Akan diinterview untuk melakukan pendalaman lebih lanjut. 

Tantangan yang keempat, ada kaitan erat antara judi online dan online scam. Kalau online scam di semua negara itu sudah pasti dilarang, karena itu scaming, penipuan. Namun judi online di beberapa negara, seperti di Kamboja, Myanmar, itu memang legal. Pihak kemenlu melihat ada kaitan erat antara judi online dan online scam.

Tantangan yang terakhir adalah kasus yang berulang, dari total lebih dari 6.800 kasus yang ditangani sejak tahun 2020, Kemenlu mencatat ada kasus yang berulang. Artinya ada WNI yang sudah ditangani, dipulangkan, kemudian tercatat berangkat lagi ke luar negeri dan kemudian bekerja di sektor yang lain.

Langkah pencegahan

Guna mengatasi lonjakan kasus serupa, Kemenlu pun mengambil langkah ke depan untuk pencegahan. Menurut Judha, pihaknya menerapkan strategi 4P.

Pertama, Protection of Victim. “Kita pastikan untuk korban negara harus hadir dan memberikan pelindungan semaksimal mungkin,” ujar Judha.

“Yang kedua, P yang kedua, Prosecution, penegakan hukum. Kita pastikan bahwa bagi pelaku kita akan lakukan penegakan hukum dengan tegas, agar kasus ini tidak berulang,” imbuhnya.

‘P’ yang ketiga, Prevention atau pecegahan. Jadi bagaimana kita bisa melakukan langkah-langkah pecegahan secara efektif.

Nah, dalam konteks ini tentu tidak bisa dilakukan sendiri oleh pemerintah. Perlu kerja sama seluruh pihak pemangku kepentingan baik di pusat maupun di daerah. Dan tentu kesadaran masyarakat itu sangat-sangat diperlukan. 

“Apalagi saat ini keinginan untuk bekerja ke luar negeri memang tinggi. Namun pastikan lakukan dengan cara yang benar,” kata Judha.

Sementara untuk ‘P’ yang keempat adalah Partnership. Ini termasuk kerja sama baik di tingkat domestik maupun internasional. Dalam konteks kerjasama internasional, sudah dilakukan berbagai macam kerja sama, baik itu bilateral.

Kemudian regional, Indonesia memiliki ASEAN, forum ASEAN, ASEAN Convention on Anti-Trafficking in Persons. Kemudian balik proses, dan kemudian di tingkat multilateral juga punya UN TOC atau UN Convention Against Transnational Organized Crime. 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Fajar Nugraha)