Podium Media Indonesia: Indonesia (Ingin) Kuat

Dewan Redaksi Media Group Ade Alawi. MI/Ebet

Podium Media Indonesia: Indonesia (Ingin) Kuat

Media Indonesia • 20 May 2025 08:36

"KITA harus tekun memberi tuntunan dan teladan, harus tidak jemu-jemu memberi penerangan dengan cara yang mudah dimengerti, tetapi dapat dirasakan faedahnya, agar tumbuh kepercayaan kepada diri sendiri."

Demikian salah satu kutipan bijak dokter Soetomo, salah satu pendiri Boedi Oetomo, dalam buku Dokter Soetomo, Pemikiran dan Perjuangannya yang diterbitkan Museum Kebangkitan Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 2013.

Hari ini bangsa Indonesia memperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) ke-117. Perhelatan itu sangat penting untuk merefleksi kelahiran Boedi Oetomo, organisasi pergerakan pertama yang didirikan Soetomo dan para pelajar STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen, atau Sekolah Pendidikan Dokter Pribumi) pada 20 Mei 1908.

Anak-anak muda yang tergabung dalam Boedi Oetomo memilih untuk keluar dari zona nyaman sebagai warga pribumi yang mengenyam lembaga pendidikan elite di Batavia. Lembaga itu didirikan pada 1851 oleh pemerintah Hindia Belanda.

Boedi Oetomo berpikir melampaui zaman mereka. Mereka gelisah dengan nasib bangsa di bawah kolonialisme. Mulanya, mereka bergerak dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan dan pengajaran.

Namun, seiring dengan berjalan waktu dan tantangan yang dihadapi, mereka bergerak dalam sosial, ekonomi, kebudayaan, dan politik.

Boedi Oetomo memang bukan organisasi politik. Namun, pemikiran-pemikiran mereka mampu mengobarkan semangat nasionalisme di kalangan bumiputra. Salah satunya, mereka membentuk Komite Nasional untuk pemilihan anggota Volksraad (Dewan Rakyat).

Tugas utama Dewan Rakyat ialah memberikan nasihat politik kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Selain itu, Volksraad berfungsi sebagai forum bagi masyarakat pribumi untuk menyampaikan aspirasi dan kepentingan mereka.
 

Baca Juga: 

5 Hal Ini Mesti Diperkuat Biar Indonesia Jadi Negara Berpenghasilan Tinggi


Soetomo menyadari bahwa pendidikan ialah kunci utama untuk meningkatkan martabat bangsa. Pendidikan menciptakan daya kritis bangsa sehingga keinginan untuk merdeka semakin bergelora di kalangan pribumi.

Dalam konteks peringatan Harkitnas 2025 yang bertema Bangkit bersama wujudkan Indonesia kuat sangat relevan kiranya pandangan Soetomo tentang pentingnya kemandirian sebuah bangsa agar berdiri di atas kaki sendiri. "Bukan bangsa lain atau bangsa asing yang menjadikan bangsa Indonesia berdikari, tetapi putra-putri ibu pertiwi bangsa Indonesia sendiri," ujarnya.

Setelah Boedi Oetomo memelopori kebangkitan nasional yang pertama, yakni membangun kesadaran nasional untuk merebut kemerdekaan, kini bangsa Indonesia memasuki kebangkitan nasional kedua, yakni upaya mengisi kemerdekaaan, menciptakan kemajuan, dan kesejahteraan pada masa depan.

Pemerintah mencanangkan Indonesia emas 2045. Indonesia akan merayakan 100 tahun kemerdekaan pada tahun itu. Pada usia seabad kemerdekaan, Indonesia akan mewujudkan visi menjadi negara nusantara berdaulat, maju, dan berkelanjutan.

Pada 2045, negeri ini diperkirakan akan mendapatkan bonus demografi, yakni jumlah penduduk Indonesia 70%-nya dalam usia produktif (15-64 tahun). Sisanya, yakni 30%, merupakan penduduk yang tidak produktif (usia di bawah 14 tahun dan di atas 65 tahun) pada periode 2020-2045.

Indonesia emas tidak boleh berubah menjadi Indonesia cemas. Bonus demografi yang ditandai dengan berlimpahnya usia produktif harus menjadi berkah bukan musibah. Karena itu, perlu dibangun generasi emas, yakni generasi muda Indonesia yang berkualitas, berkompeten, inovatif, adaptif, dan berdaya saing tinggi.

Menurut Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045, visi Indonesia emas 2045 diukur melalui lima sasaran visi, yakni pendapatan per kapita setara negara maju, kemiskinan menurun dan ketimpangan berkurang, kepemimpinan dan pengaruh di dunia internasional meningkat, daya saing sumber daya manusia meningkat; dan intensitas emisi gas rumah kaca menurun menuju emisi nol bersih.

Di tengah ketidakpastian global dan geopolitik yang terus memanas, berbagai upaya menyongsong Indonesia emas yang dilakukan pemerintahan Prabowo-GIbran tentu tidak mudah.

Walakin, keterbatasan ruang fiskal akibat utang yang mencapai Rp8.680 triliun dengan rasio terhadap PDB 39% menjadi batu sandungan pemerintah untuk membuat berbagai program demi mengejar pertumbuhan 8% seperti ditargetkan Prabowo.

Pemerintahan yang gemuk, selain memboroskan anggaran, membuat orkestrasi kerja menjadi lamban dan tak jarang melahirkan disharmoni pandangan dan kebijakan di antara pembantu presiden.

Program Astacita atau delapan cita-cita pemerintahan Prabowo tidak akan berhasil tanpa asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) sesuai dengan Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yakni kepastian hukum, kemanfaatan, ketidakberpihakan, kecermatan, tidak menyalahgunakan kewenangan, keterbukaan, kepentingan umum, dan pelayanan yang baik.
 
Baca Juga: 

Waspada, Pengeroposan Otak Ancam Pengguna Medsos


Kebijakan publik di era Prabowo masih jauh dari AUPB. Sejumlah kebijakan pemerintah masih menguar populisme dan terkesan sporadis tanpa kajian akademis, skala prioritas dan partisipasi publik yang bermakna, seperti program makan bergizi gratis, pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara, sekolah rakyat, dan koperasi desa merah putih.

Pemerintah juga malah melahirkan kegaduhan yang tidak perlu seperti merevisi UU No 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menyulut kontroversi.

Ruang gelap revisi UU BUMN melahirkan ketentuan yang tidak senapas dengan pemberantasan korupsi dan melemahkan pengawasan keuangan negara, yakni direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN bukan penyelenggara negara.

Selanjutnya, mengeluarkan kekayaan BUMN dari ruang lingkup keuangan negara, kerugian BUMN bukan kerugian negara dan mengubah pertanggungjawaban direksi BUMN yang kini dilindungi business judgement rule (BJR).

Soetomo, sang tokoh besar Republik, mengatakan hasil yang benar didapat dari tindakan yang benar berdasarkan petunjuk yang benar. Tabik!

(Ade Alawi)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Achmad Zulfikar Fazli)