Bank Sampah Bukit Berlian Olah 15 Ton Sampah Organik Tiap Bulan

Pendiri bank sampah Bukit Berlian Ema Suwranta. Dok. Istimewa

Bank Sampah Bukit Berlian Olah 15 Ton Sampah Organik Tiap Bulan

Achmad Zulfikar Fazli • 3 June 2025 15:25

Jakarta: Bank sampah Bukit Berlian disebut bisa mengolah 15 ton sampah organik setiap bulan. Dari situ, mereka menghasilkan 2 ton maggot atau Black Soldier Fly (BSF) yang setiap 24 hari bisa mereka panen.

Larva itu kemudian digunakan untuk pakan ikan, unggas. Bahkan, ada yang dijadikan tepung dan pelet untuk ikan hias. 

Sebagian besar maggot hasil produksi bank sampah Bukit Berlian semula diserap para peternak ayam petelur. Saat ini, off taker itu tidak ada lagi. Namun, pendiri bank sampah Bukit Berlian Ema Suwranta dan komunitasnya sudah memiliki pembudidayaan ikan lele.

“Jadi sekarang kami serap sendiri produk maggot untuk ternak lele kami,” ujar Ema, dalam keterangannya, Selasa, 3 Juji 2025.
 

Baca Juga: 

Pengelolaan Botol Bekas Membantu Pengurangan Sampah Nasional


Menurut Ema, Kepala Desa memiliki peran penting dalam mengembangkan bank sampah dan kegiatan lanjutannya dengan membangun sinergi antara warga, pengelola bank sampah, dan aparat pemerintahan desa.

Sebagai contoh, awalnya komunitas bentukan Ema mendapat sumbangan 5.000 ekor ikan lele dari Kades. Ketika panen, komunitas tersebut mengundang Kades dan warga sekitar. Bahkan, pulangnya warga mendapat oleh-oleh ikan lele hasil panen. 

“Inisiatif ini bukan cuma soal bisnis atau pengelolaan sampah, tapi tentang membangun komunitas dan ketahanan pangan lokal,” ujar dia.

Bangun Bank Sampah

Ketertarikan Ema mengurus ‘barang kotor’ itu bermula dari dari tragedi memilukan pada 2005. Saat itu, Tempat Pengolahan Akhir (TPA) Leuwigajah meledak akibat penumpukan gas metana dan curah hujan tinggi. 

Sampah setinggi 60 meter longsor, menimbun ratusan rumah, dan merenggut 157 nyawa. Lokasi kejadian hanya sekitar 20 km dari rumah Ema.

Kegiatan bank sampah Bukit Berlian dimulai dari mengumpulkan sampah anorganik berupa plastik dan botol. Untuk memotivasi warga bergabung, Ema menukar limbah itu dengan produk rumah tangga. Ternyata cara itu efektif. Dalam waktu singkat, 83 perempuan ikut bergabung.

Namun, Ema sadar sampah organik jauh lebih mendominasi. Jenis limbah tersebut harus diolah jika ingin ada perubahan signifikan.

“Maka dimulailah eksperimen dan kolaborasi dengan komunitas pengolah maggot, hingga akhirnya Bukit Berlian mampu mengelola sendiri,” ucap dia.

Pinjaman Modal

PT Permodalan Nasional Madani (PNM), badan usaha milik negara (BUMN) pembiayaan ultramikro, lantas memberikan suntikan dana untuk komunitas bank sampah melalui program Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar). Ema menerima pinjaman awal Rp3 juta yang dipakai untuk membeli peralatan dan 10 biopond budidaya maggot.

Lalu, PNM membuatkan kandang maggot pertama senilai Rp35 juta pada 2023 dan kandang kedua pada 2024 dengan biaya Rp100 juta.
 
Baca Juga: 

Raungan Gunungan Sampah Bantargebang


Tak hanya modal, PNM membuka akses pengetahuan. Ema belajar langsung ke perusahaan pengolah maggot profesional, Biomagg, yang sudah mengekspor produknya ke luar negeri.

Direktur Utama PNM, Arief Mulyadi, mengapresiasi perjuangan dan prestasi Ema bersama emak-emak di bank sampah Bukit Berlian. Sosok Ema, menurut dia, menjadi bukti perempuan prasejahtera bisa mandiri dan memberi dampak positif bagi lingkungan.

“Kami juga bangga karena PNM Mekaar tidak hanya memberikan pembiayaan tetapi juga membina nasabah untuk menjadi pelaku perubahan di masyarakat,” kata Arief Mulyadi.

Raih Penghargaan

Keberhasilannya dalam mengelola barang kotor ini juga membawa dirinya berdiri di panggung megah dalam acara Mata Lokal Fest 2025 di Hotel Shangri-La, Jakarta.

Perempuan Desa Kertamulya, Padalarang, ini menerima penghargaan Local Ace in Organic Waste Transformation. Nama dan kiprahnya bersanding dengan tokoh dan brand besar nasional.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)