Asap hitam dari serangan di El Fasher, Sudan. (Anadolu Agency)
Willy Haryono • 2 November 2025 18:15
Khartoum: Menteri Negara Urusan Sosial Sudan Salma Ishaq menuduh pasukan Rapid Support Forces (RSF) membunuh sekitar 300 perempuan dalam dua hari pertama setelah memasuki El-Fasher, ibu kota Negara Bagian Darfur Utara, akhir Oktober lalu.
“RSF membunuh 300 perempuan selama dua hari pertama sejak mereka masuk ke El-Fasher,” kata Ishaq kepada kantor berita Anadolu Agency, seraya menambahkan bahwa para korban mengalami kekerasan seksual, penyiksaan, dan penganiayaan.
Ia memperingatkan bahwa siapa pun yang meninggalkan El-Fasher menuju Tawila berada dalam bahaya karena rute tersebut kini dikenal sebagai “jalan kematian.”
“Masih ada keluarga di El-Fasher yang mengalami penyeretan, penyiksaan, penghinaan, dan kekerasan seksual,” lanjutnya.
Dikutip dari Antara, Minggu, 2 November 2025, Ishaq menegaskan bahwa kekerasan di El-Fasher merupakan bentuk pembersihan etnis yang sistematis, menyebutnya sebagai “kejahatan besar yang dibiarkan terjadi oleh banyak pihak melalui sikap diam mereka.”
Pada 26 Oktober, RSF merebut kendali atas El-Fasher dan diduga melakukan pembantaian terhadap warga sipil, menurut laporan berbagai organisasi lokal dan internasional. Serangan itu memicu kekhawatiran akan terpecahnya Sudan secara permanen.
Pemimpin RSF Mohamed Hamdan Dagalo (Hemedti) pada Rabu mengakui adanya “pelanggaran” yang dilakukan pasukannya di El-Fasher dan menyatakan telah membentuk komite penyelidikan.
Sejak 15 April 2023, konflik antara militer Sudan dan RSF terus berlangsung tanpa hasil dari berbagai upaya mediasi. Menurut laporan PBB dan sumber lokal, perang tersebut telah menewaskan sekitar 20.000 orang dan memaksa lebih dari 15 juta orang mengungsi di dalam maupun luar negeri.
Baca juga: Krisis Kemanusiaan Memburuk, Puluhan Ribu Warga Sudan Mengungsi dari El-Fasher
Streaming