NEWSTICKER

Dolar AS Bergerak Datar

Ilustrasi. Foto: MI/Ramdani.

Dolar AS Bergerak Datar

Husen Miftahudin • 17 November 2023 08:39

New York: Dolar Amerika Serikat (AS) bergerak datar pada perdagangan Kamis (Jumat WIB) setelah klaim pengangguran AS naik lebih dari yang diharapkan pada minggu lalu.

Rilis data pengangguran tersebut menunjukkan pasar tenaga kerja tengah melemah, yang dapat mendorong Federal Reserve (The Fed) untuk menurunkan suku bunga pada awal 2024 ketika mencoba merekayasa kebijakan yang lunak.

Klaim tunjangan pengangguran negara bagian naik 13 ribu menjadi 231 ribu yang disesuaikan secara musiman untuk pekan yang berakhir 11 November 2023, kata Departemen Tenaga Kerja.

Indeks dolar, yang mengukur mata uang AS terhadap enam mata uang lainnya, naik tipis 0,08 persen karena perlambatan ekonomi AS membuat pasar menganggap The Fed sudah selesai menaikkan suku bunga.

Sebaliknya, euro menguat 0,02 persen menjadi USD1,0848 setelah melonjak 1,69 persen pada Selasa, persentase kenaikan satu hari terbesar sejak November 2022.

Baca juga: Rupiah Kembali Ambruk ke Level Rp15.554/USD
 

Dolar AS jatuh 2,15%


Mengutip FX Street, Jumat, 17 November 2023, dolar AS yang diukur dengan indeks DXY, telah jatuh lebih dari 2,15 persen pada bulan ini. Namun, selama beberapa hari terakhir tekanan jual telah mereda, memungkinkan greenback untuk sedikit menguat.

Meskipun terjadi stabilisasi, kemungkinan besar koreksi ke bawah yang dimulai beberapa minggu lalu belum berakhir. Salah satu variabel yang dapat membebani mata uang Negeri Paman Sam tersebut adalah karena para pedagang mencoba untuk mengedepankan 'poros Fed'.

Sebagai konteksnya, imbal hasil telah turun tajam pada bulan ini, dengan penurunan yang semakin cepat menyusul lemahnya data CPI dan PPI AS pada Oktober 2023. Kedua laporan ini mengejutkan karena hasil yang negatif, sehingga memicu penyesuaian ekspektasi suku bunga yang bersifat dovish.

Imbal hasil (yield) dapat terus menurun jika pelemahan ekonomi, yang terlihat jelas dalam angka klaim pengangguran terbaru, semakin meningkat menjelang 2024. Skenario ini diantisipasi karena dampak dari langkah-langkah pengetatan di masa lalu berdampak pada perekonomian riil.

Faktor lain yang dapat semakin menekan imbal hasil dan dolar AS adalah aksi jual besar-besaran minyak, yang telah anjlok hampir 20 persen pada kuartal ini.

Jika tren penurunan biaya energi terus berlanjut, inflasi akan melambat lebih cepat dari perkiraan, sehingga mengurangi perlunya kebijakan bank sentral AS yang terlalu ketat.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Metrotvnews.com

(Husen Miftahudin)