Rafael Alun Trisambodo. Foto: Dok Metro TV
Candra Yuri Nuralam • 3 January 2024 15:09
Jakarta: Pengacara mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo, Junaedi Saibih, menyebut ada banyak kejanggalan dalam penanganan kasus dugaan penerimaan gratifikasi, dan pencucian uang yang menjerat kliennya. Salah satunya, soal laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang baru dipermasalahkan pada 2023.
“LHKPN sudah beberapa kali diklarifikasi, kalau memang ada masalah sudah (seharusnya) dipermasalahkan dari tahun 2011, karena daftar harta yang dilaporkan sama saja dengan hari ini (yang dilaporkan pada 2023,” kata Junaedi melalui keterangan tertulis, Rabu, 3 Januari 2024.
Junaedi mengatakan kasus kliennya merupakan pengembangan perkara yang bukan didasari operasi tangkap tangan (OTT). Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai menangani perkara kliennya dengan buru-buru layaknya penangkapan.
Dia menilai jaksa keliru dalam penghitungan nilai gratifikasi pada tuntutannya terhadap Rafael. Sebab, jumlahnya lebih kecil dari total aset yang sudah disita.
“Yang dituntut Rp18 miliar, yang disita seluruh harta dalam LHKPN (sekitar Rp50 miliaran) ditambah SDB (safe deposito box) ditambah harta pihak ketiga (yang) tidak terkait, jadi, jauh lebih besar,” ucap Junaedi.
Kejanggalan lain dinilai ada karena jaksa tidak mengindahkan keterangan Rafael soal dana dalam SDB yang merupakan hasil gaji dan bisnis. Menurut Junaedi, kliennya rajin menabung, sehingga, normal jika memiliki banyak uang simpanan.
“RAT (Rafael Alun Trisambodo) nabung per tahun, sejak 2010. Selain itu, ada juga hasil penjualan aset, dan aset yang dijual juga sudah dilaporkan TA, hanya berupa bentuk saja dari aset tetap ke uang tunai yang disimpan di SDB,” ujar Junaedi.
Baca Juga:
Jaksa Tuntut Rafael Alun 14 Tahun Penjara |