Ilustrasi. Medcom.id
Media Indonesia • 2 December 2024 07:08
KORUPSI begitu sulit dienyahkan dari negeri ini. Hal itu tidak mengherankan di saat tindak-tanduk masyarakat masih lekat dengan perilaku koruptif. Bahkan, saking berbagai perilaku koruptif sudah dianggap biasa, tindakan korupsi pun tidak dikenali dan malah dianggap sebagai tradisi.
Salah satunya, tradisi memberikan hingga meminta amplop. Di kalangan birokrat, biasanya pemberian amplop berlangsung dari anak buah ke atasannya. Lalu, dari atasan ke atasannya lagi.
Kebiasaan seperti itu mendapat sorotan Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar. Dalam Rapat Kerja Nasional 2024 Kementerian Agama, Selasa, 17 November 2024, Menag meminta jajarannya menghentikan kebiasaan menerima, menyetor, dan meminta amplop tersebut.
Menag Nasaruddin mencontohkan pejabat kanwil ketika pergi ke daerah. Hanya numpang lewat di satu kabupaten pun diberi amplop, bahkan sampai meminta. Ada pula kebiasaan jika pejabat ke daerah disambut dengan hidangan besar yang memboroskan anggaran instansi.
Tradisi menghadap ke pusat bagi yang mendapat kenaikan jabatan juga dipertanyakan Menag. Menurut dia, kebiasaan itu membuka celah banyaknya pungutan dan lagi-lagi ada amplop di situ. Mestinya, komunikasi kenaikan jabatan cukup memanfaatkan teknologi, lewat e-mail.
Menag juga mewanti-wanti agar tidak memberikan apa pun kepadanya yang bukan hak dia sebagai menteri. Semua pemberian akan ia kembalikan ke KPK.
Ucapan Menag Nasaruddin bukan sekadar omongan kosong. Baru sebulan menjabat menteri, ia sudah memberikan contoh mengembalikan berbagai gratifikasi yang diberikan kepadanya sejak dilantik jadi menteri ke KPK.
Teladan menolak amplop mungkin tampak sepele. Namun, tidak bagi warga negara yang berintegritas. Tidak ada yang sepele dari menerima pemberian dalam rangka melaksanakan tugas atau dalam kaitan pengaruh jabatan. Penyebabnya, itu sudah masuk kategori korupsi, bukan lagi sekadar perilaku koruptif.
Sebuah keteladanan pun akan lebih efektif ketika datang dari jajaran pemimpin. Pemimpin memberi contoh dalam perbuatan, bukan sekadar ucapan melarang laku korupsi.
Dalam Rapat Koordinasi Nasional Pimpinan Pusat, awal November, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan pemimpin yang berintegritas dapat mencegah praktik korupsi di instansinya. Anak buah akan takut melakukan penyelewengan bila pimpinan mereka tegas mencontohkan sikap antikorupsi.
Baca Juga:
Menag Minta Jajaran Kemenag Prioritaskan Penggunaan Teknologi untuk Cegah Korupsi |