Selasa Pagi, Rupiah Dibuka Melemah ke Rp15.701/USD

Ilustrasi. Foto: dok MI/Atet Dwi.

Selasa Pagi, Rupiah Dibuka Melemah ke Rp15.701/USD

Husen Miftahudin • 19 March 2024 10:11

Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan perdagangan hari ini mengalami pelemahan. Kondisi ini membuat analis pasar uang Ibrahim Assuaibi meramal mata uang Garuda tak mampu melawan kedigdayaan dolar AS di sepanjang perdagangan hari ini.

Mengutip data Bloomberg, Selasa, 19 Maret 2024, rupiah hingga pukul 9.30 WIB berada di level Rp15.701 per USD. Mata uang Garuda tersebut turun 11 poin atau setara 0,07 persen dari Rp15.690 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Sementara menukil data Yahoo Finance, rupiah berada di level Rp15.704 per USD, turun hingga 20 poin atau setara 0,12 persen dari Rp15.684 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi mengatakan, pelemahan rupiah pagi ini disebabkan oleh data inflasi AS yang kuat pada minggu lalu, yang membuat para pedagang waspada terhadap sentimen hawkish dari The Fed.

Pertemuan Fed menunggu isyarat penurunan suku bunga lebih lanjut indeks dolar dan indeks dolar berjangka sedikit bergerak di perdagangan Asia pada Senin, stabil di dekat level tertinggi dua minggu dengan fokus pada kesimpulan pertemuan dua hari Fed pada Rabu.

"Meskipun The Fed diperkirakan akan mempertahankan suku bunganya tidak berubah, setiap sinyal mengenai rencana penurunan suku bunga pada tahun 2024 akan diawasi dengan ketat," jelas dia.

Namun, lanjutnya, bank sentral juga mungkin akan mengambil tindakan yang lebih hawkish daripada yang diharapkan pasar, terutama karena data terbaru menunjukkan inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan pada Februari.
 

Baca juga: Kekuatan Dolar AS Hambat Laju Rupiah
 

Surplus neraca dagang RI bakal terus menyempit


Di sisi lain, surplus neraca perdagangan Indonesia diperkirakan berpotensi terus menyempit sepanjang tahun ini. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2024 mencapai USD870 juta, lebih rendah dari bulan sebelumnya sebesar USD2,02 miliar.

"Surplus yang berlanjut hingga Februari 2024 bukanlah kondisi yang sehat. Hal ini tercermin dari penurunan pertumbuhan ekspor yang lebih besar dibandingkan dengan impor. Tercatat, ekspor Februari 2024 turun sebesar 5,79 persen, sementara impor turun 0,29 persen secara bulanan," sebut Ibrahim.

Lebih lanjut, surplus perdagangan pada Januari dan Februari 2024 yang hanya mencapai USD2,87 miliar secara kumulatif, lebih rendah dari periode yang sama pada 2023, berpotensi menurunkan neraca transaksi berjalan di kuartal pertama 2024. 

Surplus perdagangan diperkirakan masih akan berlanjut, tetapi cenderung menyempit pada 2024. Penurunan permintaan baik di dalam maupun di luar negeri berpotensi semakin menekan kinerja perdagangan. Oleh karena itu, menjaga konsumsi di dalam negeri perlu terus diupayakan agar perusahaan masih bisa berproduksi.

"Di sisi lain, transaksi berjalan juga dipengaruhi oleh pendapatan primer, bukan hanya karena aktivitas perdagangan, yang dipengaruhi oleh aktivitas arus investasi portofolio, investasi langsung, dan lainnya," tutur dia.

Sementara itu, baik neraca jasa maupun neraca pendapatan primer selama 15 tahun selalu mencatatkan defisit dan menekan kinerja transaksi berjalan. Oleh karena itu, jika neraca perdagangan barang tidak mengalami surplus yang tinggi, maka akan sulit bagi transaksi berjalan Indonesia untuk mencatatkan surplus.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)