Implementasi Teknologi Dukung Percepatan Transisi Energi Terbarukan

Ilustrasi, pemanfaatan gas bumi sebagai energi listrik ramah lingkungan. Foto: dok MI.

Implementasi Teknologi Dukung Percepatan Transisi Energi Terbarukan

Faustinus Nua • 18 September 2024 12:54

Jakarta: Target Indonesia untuk mempercepat transisi energi terbarukan hingga 30 gigawatt (GW) pada 2033 dan 58,6 GW pada 2040 harus didukung dengan solusi penyeimbang yang fleksibel dan andal. Salah satunya adalah penggunaannya teknologi seperti yang dihadirkan Wärtsilä.

"Mengatasi ketidakpastian dalam transisi energi memerlukan fleksibilitas bahan bakar. Teknologi Wärtsilä memungkinkan konversi pembangkit yang ada menjadi bahan bakar berkelanjutan, dengan kemampuan untuk mencapai campuran hidrogen sebesar 25 persen, memastikan sistem energi tetap adaptif dan tangguh," ujar Direktur Bisnis Energi Australiasia Wärtsilä Energy Kari Punnonen dalam seminar Indonesia Energy Transition Forum 2024, Rabu, 18 September 2024.

Dalam langkah inovatif, lanjutnya, Wärtsilä telah meluncurkan pembangkit listrik bermesin hidrogen 100 persen siap pakai berskala besar pertama di dunia, yang menetapkan standar baru untuk solusi energi bersih. Inovasi ini menegaskan komitmen Wärtsilä untuk mendukung Indonesia dan negara-negara lain dalam memenuhi permintaan yang semakin meningkat akan energi yang berkelanjutan dan andal.

Direktur Penjualan Indonesia Wärtsilä Energy Febron Siregar menjelaskan portofolio pembangkit listrik Internal Combustion Engine (ICE) sebesar 5 GW milik Wärtsilä sudah beroperasi di wilayah seperti Lombok, Bali, dan Sumatra. Pembangkit listrik itu akan menyediakan daya penyeimbang yang penting.

"Pembangkit listrik ini berperan penting dalam memungkinkan Indonesia mengintegrasikan lebih banyak sumber energi terbarukan, sehingga mengurangi biaya energi dan emisi CO2," ucap dia.
 

Baca juga: Asosiasi Pengembang PLTA Tolak Skema Power Wheeling Masuk RUU EBET
 

Gas jadi bahan bakar transisi


Dia menerangkan lanskap energi global sedang menyaksikan pergeseran peran gas alam dari sumber daya beban dasar menjadi sumber daya penyeimbang yang kritis. Indonesia kemungkinan akan mengikuti tren ini, dengan gas berfungsi sebagai bahan bakar transisi yang mendukung integrasi energi terbarukan ke dalam jaringan listrik nasional.

"Hasil draf RUPTL (2024-2033) dan simulasi PLEXOS menunjukkan sistem energi Indonesia di masa depan akan didominasi oleh energi terbarukan. Pergeseran ini akan memerlukan penggunaan sumber daya penyeimbang berbasis gas, seperti pembangkit listrik mesin, untuk menjaga stabilitas jaringan dan memastikan pasokan listrik yang andal," imbuh Febron.

Selain memanfaatkan mesin penyeimbang yang ada, pengenalan solusi hibrida seperti menggabungkan mesin-mesin ini dengan sistem fotovoltaik (PV) surya baru menawarkan Indonesia jalur untuk mengurangi biaya pembangkitan, meningkatkan ketersediaan sistem, dan mengurangi emisi lebih lanjut. Sistem hibrida seperti ini tidak hanya meningkatkan keandalan jaringan energi, tetapi juga memberikan kontribusi signifikan terhadap tujuan keberlanjutan negara.

Wärtsilä, kata dia, senantiasa berkomitmen untuk berkolaborasi dengan Indonesia dalam mewujudkan masa depan yang lebih hijau, dengan menyediakan teknologi dan keahlian penting yang dibutuhkan. Sehingga bisa mencapai target energi terbarukan sekaligus menyediakan listrik yang andal dan mengurangi dampak lingkungan.

"Wärtsilä sangat yakin mesin gas mewakili solusi sempurna untuk transisi energi. Dengan efisiensi, fleksibilitas, kesadaran lingkungan, efektivitas biaya, dan ketahanan yang luar biasa, mesin gas menawarkan pendekatan holistik untuk produksi energi berkelanjutan," tutup Febron.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)