Sertifikat tanah. Foto: Setkab.
Riza Aslam Khaeron • 26 November 2025 18:09
Jakarta: Ribuan warga Sunter Jaya memadati halaman Kantor ATR/BPN Jakarta Utara pada Rabu, 26 November 2025. Mereka turun ke jalan bukan tanpa alasan: sertifikat tanah mereka yang sah dan masih berlaku, tetapi diduga diblokir sepihak.
Akibatnya, ribuan keluarga tidak bisa menjual, mengagunkan, atau mengurus perubahan kepemilikan atas tanah milik mereka sendiri. Pemblokiran ini disebut berasal dari klaim pihak lain atas tanah yang selama ini dihuni warga secara turun-temurun, dan telah bersertifikat.
Kasus ini menunjukkan bahwa pemblokiran tanah bisa berdampak luas—menghambat kegiatan ekonomi, melemahkan rasa aman atas kepemilikan, bahkan memicu gejolak sosial. Bagi masyarakat umum, penting untuk mengetahui secara tepat apa saja yang menjadi dasar sah pemblokiran oleh BPN, serta bagaimana cara menanganinya apabila merasa dirugikan oleh tindakan tersebut.
Lantas bagaimana bisa terjadi pemblokiran sertifikat tanah? Kemudian bagaimana cara mengajukan permohonan pembukaan blokir yang sesuai prosedur? Berikut penjelasannya secara lengkap dan faktual berdasarkan peraturan yang berlaku.
Ada pengajuan pemblokiran sertifikat tanah
Secara hukum berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) ATR Nomor 13 Tahun 2017 Pasal 3 ayat 1, pencatatan blokir terhadap hak
tanah dimungkinkan jika terkait perbuatan hukum atau peristiwa hukum, atau karena adanya sengketa atau konflik pertahanan.
Mengacu Pasal 4 ayat 2, pengajuan pemblokiran tanah bisa dilakukan seseorang dengan sejumlah catatan. Antara lain, pemohon wajib menyatakan alasan yang jelas mengapa pemblokiran harus dilakukan. Kedua, pemohon berdasarkan Pasal 5 harus punya hubungan hukum terhadap tanah tersebut, seperti sebagai pemilik tanah, para pihak dalam perjanjian, ahli waris, maupun penerima kuasa.
Alat-alat pembuktian hubungan hukum dijelaskan pada pasal 6 (f), yakni dengan:
- Surat gugatan dan nomor register perkara atau skorsing oleh Pengadilan Tata Usaha Negara, dalam hal permohonan blokir yang disertai gugatan di pengadilan;
- Surat nikah/buku nikah, kartu keluarga, atau Putusan Pengadilan berkenaan dengan perceraian atau keterangan waris, dalam hal permohonan blokir tentang sengketa harta bersama dalam perkawinan dan/atau pewarisan; dan
- Putusan Pengadilan berkenaan dengan utang piutang atau akta perjanjian perikatan jual beli, akta pinjam meminjam, akta tukar menukar yang telah dilegalisir oleh pejabat yang berwenang, dalam hal permohonan blokir tentang perbuatan hukum.
Pemblokiran oleh Pihak Berwenang
Mekanisme hukum pemblokiran
tanah atas permintaan pemohon dan pihak berwenang berbeda. Pihak berwewenang yang memiliki hak di sini adalah Penegak Hukum, dan Kepala Kantor Pertanahan.
Pertama, untuk penegak hukum, mereka berhak melakukan pemblokiran untuk penyidikan dan penuntutan kasus pidana dengan syarat diantaranya memiliki surat penyidikan dan surat permintaan pemblokiran dari instansi penegak hukum berdasarkan pasal 7 Permen ATR.
Untuk Kepala Kantor
Pertanahan, berdasarkan Pasal 19 mereka dapat melakukan pemblokiran atas:
- Perintah Menteri
- Perintah Kepala Kantor Wilayah
- Pertimbangan kebutuhan mendesak.
Menteri dan Kepala Kantor Wilayah dapat melakukan prosedur tersebut berdasarkan Pasal 20 untuk:
- Penyelesaian masalah pertanahan yang bersifat strategis dan berdampak secara nasional; atau
- Penertiban tanah terlantar, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan yang dimaksud “Kebutuhan mendesak” Pasal 19 di sini berdasarkan Pasal 21 meliputi:
- Adanya sengketa atau konflik pertanahan;
- Perlindungan terhadap aset pemerintah
Cara Mengatasi Pemblokiran
Penting untuk diingat bahwa pemblokiran dari pemohon tidak bersifat permanen, melainkan hanya berlaku 30 hari berdasarkan Permen ATR Pasal 13. Jika tidak ada keputusan pengadilan untuk memperpanjang, maka pemblokiran akan dicabut.
Berdasarkan Pasal 15, pemblokiran oleh pemohon juga akan dicabut apabila:
- Jangka waktu blokir berakhir dan tidak diperpanjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13;
- Pihak yang memohon pencatatan telah mencabut permintaannya sebelum jangka waktu berakhir;
- Kepala Kantor menghapus blokir sebelum jangka waktunya berakhir; atau
- Ada perintah pengadilan berupa putusan atau penetapan.
Namun, jika pemblokiran dari pihak berwewenang dan bukan pemohon, maka mekanismenya akan berbeda. Berdasarkan pasal 16, pemblokiran tidak hanya berlangsung 30 hari, melainkan sampai kasus pidana terkait
tanah tersebut dihentikan, maupun jika penyidikan mengajukan penghapusan catatan blokir.
Adapun beberapa pihak berwenang yang dapat mengangkat pemblokiran secara sepihak seperti Menteri dan Kepala Kantor Wilayah berdasarkan Pasal 23.