Podium MI: Jejak Gelondong

Dewan Redaksi Media Group Ade Alawi. MI Ebet.jpg

Podium MI: Jejak Gelondong

Media Indonesia • 2 December 2025 07:20

RIBUAN kubik kayu batangan, atau gelondong, bersama material lainnya bergemuruh menerjang, menggulung, memorak-porandakan, bahkan melenyapkan sejumlah perkampungan. Perkotaan juga terdampak parah.

Manusia tak kuasa menahan bencana hidrometeorologi. Bencana alam itu disebabkan aktivitas cuaca ekstrem dan kerusakan ekosistem hutan di hulu daerah aliran sungai (DAS). Jumlah korban meninggal terus bertambah. Ratusan warga yang hilang belum ditemukan.

Fenomena gelondong-gelondong di balik dahsyatnya musibah banjir bandang bak tsunami di Provinsi Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat membuat kita berwalang hati.

Kayu batangan teronggok di sungai Desa Lawe Sagu Hulu, Kecamatan Lawe Bulan, Aceh Tenggara. Di Sumut, ribuan gelondong mengalir di Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, hingga Sibolga.

Yang tak kalah mencengangkan ialah keberadaan tumpukan ribuan potongan kayu yang memenuhi Pantai Parkit di Kota Padang, Sumatra Barat.

Gelondong-gelondong menjadi saksi bisu pengabaian pemerintah terhadap kawasan penghasil oksigen, paru-paru dunia, pelestari keanekaragaman hayati, dan penjaga masa depan negeri ini.

Walakin, ribuan kubik gelondong pascabanjir bandang bukanlah fenomena baru. Sejumlah musibah banjir bandang di Tanah Air sebelumnya juga meninggalkan jejak ribuan gelondong.

Kala itu kayu-kayu batangan tersebut sempat memicu perdebatan publik. Pemerintah pun berjanji akan menelusuri kayu-kayu misterius itu. Namun, janji tinggal janji. Rakyat melongo di pojokan, gigit jari.
 

Baca Juga: 

JK Sebut Gelondongan Kayu di Banjir Sumatra dari Pembalakan dan Pohon Tumbang


Kali ini setelah musibah besar banjir bandang di tiga provinsi pernyataan serupa dari pemerintah wabil khusus dari Kementerian Kehutanan.

Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni berjanji akan mengevaluasi total tata kelola kehutanan. Serius? Tetap waspada, lidah tidak bertulang.

Praktik illegal logging yang tidak pernah punah di Tanah Air sebenarnya sama dengan praktik 'negara dalam negara' seperti kasus Bandara Khusus PT Indonesia Marowali Industrial Park (IMIP) di Morowali, Sulawesi Tengah.

Aktivitas pembalakan liar bukanlah kegiatan tertutup. Mereka memiliki sejumlah orang yang bekerja, alat berat, logging truck, dan kapal untuk mengangkut gelondong-gelondong.

Suara gergaji mesin (chainshaw) yang memotong kayu terdengar keras memecah kesunyian hutan. Artinya, kegiatan ilegal di hutan itu bisa diakses siapa pun, termasuk aparat penegak hukum.

Belum lagi ketika kapal pengangkut hasil illegal logging itu berlayar pelan, seharusnya bisa dipantau satuan pengamanan laut yang terdiri dari lintas kementerian dan lembaga. Namun, kapal itu mampu berlayar aman sentosa hingga ke tujuan.

Praktik illegal logging bukan satu-satunya yang merusak hutan. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan hutan menyatakan perusakan hutan ialah proses, cara, atau perbuatan merusak hutan melalui kegiatan pembalakan liar, penggunaan kawasan hutan tanpa izin, atau penggunaan izin yang bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian izin di dalam kawasan hutan yang telah ditetapkan, yang telah ditunjuk, ataupun yang sedang diproses penetapannya oleh pemerintah.

Menurut regulasi tersebut, perusakan hutan ialah kejahatan yang berdampak luar biasa, terorganisasi, dan lintas negara yang dilakukan dengan modus operandi yang canggih.

Perusakan hutan tidak hanya disebabkan kegiatan ilegal. Ada pula kegiatan legal, tapi berdampak terhadap kerusakan hutan, seperti kebijakan pro investasi dan pertumbuhan ekonomi model 'kacamata kuda' yang memerkosa lingkungan.

Seabrek kebijakan yang tidak pro lingkungan harus diakhiri, di antaranya alih fungsi lahan untuk kelapa sawit, pertambangan, dan pembangunan infrastruktur yang mengorbankan kawasan hutan.

Bahkan, konsesi pertambangan diobral ke ormas keagamaan terbesar, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Syukurlah ormas keagamaan lain emoh.

Penegakan hukum yang lemah juga berkontribusi terhadap langgengnya penjarahan hutan. Belum lagi korupsi ugal-ugalan di sektor kehutanan. Dari empat Gubernur Riau yang terbelit oleh rasuah, dua di antaranya terkait dengan perizinan di bidang kehutanan.

Menyusul banjir bandang di Aceh, Sumut, dan Sumbar, Kementerian Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan (Ditjen Gakkumhut) menetapkan moratorium layanan tata usaha kayu tumbuh alami di area penggunaan lain (APL) untuk skema pemegang hak atas tanah (PHAT).

Menurut catatan Auriga Nusantara dalam tiga tahun terakhir, tren kehilangan hutan meningkat setelah sempat menurun drastis pada periode 2017-2021.
 
Baca Juga: 

Update Banjir Sumbar, BPBD: 165 Meninggal, Agam Sumbang Korban Terbanyak


Keberhasilan Indonesia menurunkan deforestasi antara 2017 dan 2021, lanjut Auriga Nusantara, hasil kebijakan yang berani pada masa itu, seperti moratorium sawit, pengendalian kebakaran, dan penguatan penegakan hukum.

Kebenaran selalu menemukan jalannya sendiri. Gelondong-gelondong yang masif di balik banjir bandang Sumatra menunjukkan betapa perusakan hutan berlangsung tidak terkendali, baik bersifat legal atau ilegal.

Saatnya Indonesia menata ulang pengelolaan hutan. Pernyataan Presiden Prabowo Subianto pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) RPJMN 2024-2029 di Gedung Bappenas, Jakarta Pusat, Senin, 1 Desember 2025, jangan menjadi acuan, apalagi sami'na wa atho'na (kami dengar dan kami taat). Blunder maksimal, jenderal.

Dalam pidato itu Prabowo menyampaikan bahwa kelapa sawit tidak menyebabkan deforestasi. “Saya kira ke depan kita juga harus tambah tanam kelapa sawit, enggak usah takut apa itu namanya membahayakan deforestation. Ya namanya kelapa sawit ya pohon Iya kan? Boleh, nggak? Kelapa sawit itu pohon, ada daunnya kan,” tandasnya.

Akhirulkalam, ada kecukupan di dunia untuk kebutuhan manusia, kata Mahatma Gandhi, tetapi tidak untuk keserakahan manusia. Tabik!

(Dewan Redaksi Media Group Ade Alawi)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
(Achmad Zulfikar Fazli)