Presiden AS Donald Trump. (EPA-EFE)
Washington: Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengakui adanya kelaparan akut di Jalur Gaza dan menyatakan bahwa Israel harus berbuat lebih banyak untuk membuka akses bantuan kemanusiaan. Pernyataan itu disampaikan di tengah laporan terbaru yang menunjukkan meningkatnya jumlah korban jiwa akibat kelaparan.
Berbicara saat kunjungan ke Skotlandia pada Senin, 28 Juli 2025, Trump menyatakan bahwa “banyak orang sedang kelaparan” di Gaza dan mengumumkan bahwa AS akan mendirikan pusat-pusat bantuan makanan tanpa pembatasan fisik agar lebih mudah dijangkau oleh warga Palestina.
“Kami akan membangun pusat-pusat makanan,” ujar Trump.
“Tanpa pagar atau batas, agar mudah diakses,” lanjut dia, seperti dikutip dari Telegraph India, Selasa, 29 Juli 2025.
Trump menambahkan bahwa pemerintahnya akan bekerja sama dengan negara-negara lain untuk menyalurkan lebih banyak bantuan, termasuk makanan dan kebutuhan sanitasi, ke wilayah yang dilanda krisis tersebut.
Pernyataan Trump bertolak belakang dengan sikap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang kembali membantah bahwa kelaparan terjadi di Gaza. Netanyahu menegaskan bahwa operasi militer Israel akan terus berjalan hingga seluruh sandera dibebaskan dan kemampuan militer Hamas dihancurkan.
“Mereka (Hamas) tidak akan ada lagi,” tegas Netanyahu.
Ia juga menepis tuduhan bahwa Israel menggunakan kelaparan sebagai senjata dan mengatakan bahwa aliran bantuan akan tetap berjalan terlepas dari proses negosiasi atau intensitas konflik.
Jumlah Korban Meningkat
Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, sedikitnya 14 warga Palestina meninggal akibat kelaparan dalam 24 jam terakhir. Jumlah total korban jiwa karena kelaparan sejak Oktober 2023 kini mencapai 147 orang, termasuk 88 anak-anak, sebagian besar dalam beberapa pekan terakhir.
Secara keseluruhan, jumlah korban tewas akibat agresi Israel di Gaza telah mendekati 60.000 jiwa, mayoritas perempuan dan anak-anak.
Sebagai tanggapan atas kondisi yang memburuk, Israel pada akhir pekan mengumumkan beberapa langkah baru untuk memperluas jalur distribusi bantuan. Langkah tersebut mencakup jeda kemanusiaan harian di tiga wilayah Gaza, pembentukan koridor aman baru, dan kelanjutan pengiriman bantuan melalui udara.
Namun, lembaga-lembaga PBB menyatakan bahwa langkah tersebut belum cukup. Program Pangan Dunia (WFP) menyebut hanya 60 truk bantuan yang berhasil masuk ke Gaza baru-baru ini—jauh dari target harian 100 truk.
WFP juga memperingatkan bahwa sekitar 470.000 warga Gaza berada dalam kondisi kelaparan akut, dengan 90.000 perempuan dan anak-anak memerlukan perawatan gizi khusus. Lembaga tersebut menyatakan telah memiliki stok 170.000 ton makanan di wilayah sekitar Gaza, cukup untuk memberi makan seluruh penduduk selama tiga bulan jika diizinkan masuk.
Anak-Anak Kelaparan dan Tewas
Kepala Dewan Pengungsi Norwegia, Jan Egeland, menyebut kondisi di Gaza sebagai “bencana kemanusiaan.” Ia mengatakan, “Anak-anak meninggal setiap hari karena kelaparan dan penyakit yang bisa dicegah. Bencana ini nyata dan sepenuhnya disebabkan oleh manusia, dari A sampai Z.”
Meski Israel menyebutkan bahwa lebih dari 120 truk bantuan berhasil dibagikan pada Minggu (21/7) oleh PBB dan organisasi internasional, laporan dari lapangan menyebutkan bahwa distribusi berlangsung kacau. Beberapa truk dilaporkan diserbu oleh warga yang putus asa dan juga oleh kelompok bersenjata.
Emad, seorang warga Gaza berusia 58 tahun, mengatakan hanya orang-orang terkuat yang mampu mendorong kerumunan untuk mendapatkan bantuan. “Kekacauan ini harus dihentikan, dan perlindungan terhadap truk bantuan harus dijamin,” katanya.
Wessal Nabil, dari Beit Lahiya, menambahkan bahwa suaminya yang terluka tidak bisa mengantre bantuan, dan ia sendiri tidak berhasil mendapatkan apa pun. “Siapa yang akan memberi kami makan? Siapa yang akan memberi kami air minum?” keluhnya.
Al-Jazeera melaporkan bahwa pasukan Israel menembaki warga Gaza yang tengah mengantre bantuan di sejumlah titik, menewaskan sedikitnya 23 orang dan melukai banyak lainnya. Sejak pagi hari, lebih dari 60 orang tewas dalam insiden serupa.
Negara-negara seperti Qatar, Yordania, dan Uni Emirat Arab telah mengirimkan bantuan melalui udara. Israel sebelumnya menghentikan seluruh pengiriman bantuan pada Maret sebagai bentuk tekanan terhadap Hamas, dan baru membuka kembali jalur bantuan dengan pembatasan pada Mei.
Sementara itu, Hamas menuding Israel menggunakan kelaparan sebagai alat perang. Trump mengakui bahwa Hamas “menjadi sulit diajak bekerja sama” belakangan ini, namun ia mengonfirmasi bahwa pembicaraan dengan Netanyahu mengenai rencana penyelamatan sandera masih berlangsung.
Konflik dimulai pada 7 Oktober 2023, ketika Hamas melancarkan serangan lintas batas ke Israel selatan yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menculik 251 lainnya, menurut data Israel.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, dalam pertemuan tentang solusi dua negara, mengecam penghancuran besar-besaran yang terjadi di Gaza. “Tidak ada yang dapat membenarkan kehancuran total Gaza yang berlangsung di depan mata dunia,” ujar dia. (
Muhammad Reyhansyah)
Baca juga:
Donald Trump: Kelaparan di Gaza Nyata, Anak-Anak Terlihat Lapar